Kamis, 23 Desember 2010

"Tradisi di Taman Penulis {Writing Garden}t"

Sebenarnya berbicara Pulau Penyengat itu bukan barang baru,telah banyak diulas dan di ulang kaji dipelajari baik para penggiat sarjana ataupun tokoh - tokoh budayawan dari lokal maupun luar negeri. Pada jurnal buku Warisan Dunia Untuk Indonesia "Pulau Penyengat menjadi saksi sejarah akar tradisi keilmuan dan tulis menulis.Pada tahun 1787, selain menjadi pusat Pemerintahan Kerajaan Riau - Lingga,Pulau Penyengat merupakan salah satu tempat pengembangan agama,kaum intelektual dan tradisi tulis menulis", untuk diketahui bersama para penulis yang banyak berkontribusi pada zamannya adalah di lingkungan kerajaan itu sendiri termasuk para Raja Raja dan Keluarganya maupun sebagian kecil dari masyarakatnya dan itu telah terjadi berabad yang lalu.


Jika kita mengulas kembali untuk kita ketahui bersama nama lain dari pulau penyengat disebut dengan Writing Garden {Taman Para Penulis} sebutan oleh orang Belanda berabad - abad yang lalu, sungguh Pulau Penyengat pulau yang penuh berbau kesastraan,para tokoh sastrawan,tokoh heroik,cikal bakal organisasi pemuda,hukum.kamus tata bahasa dan lain lain sebagainya, mungkin sebutan itu tidak dinafikan juga tergambar pada sebuah karya, realisasinya tertuang dalam karya karya besar Raja Ali Haji, namun secara tegas lagi dapat kita lihat kenapa sebutan orang orang Belanda itu,mungkin tidak lain adanya buah karya RAH yaitu kitab Bustanul Al-Katibin yang bermaksud tidak lain Taman Para Penulis. mempertegas Pulau Penyengat layak diberi nama yang demikian.


Akan tetapi dalam tradisi tulis menulis itu yang ingin saya sampaikan perkara yang sepertinya mustahak yaitu adanya beban moral yang ada dalam khazanah tulis menulis itu sendiri Khususnya di Kepulauan Riau.walaupun kita ketahui seiring sejalan sudah banyak upaya upaya orang yang berkepentingan dalam menjaga tradisnya.Dan tradisi itu masih mengakar setiap zamannya walaupun tandemnya mungkin sudah bergeser ke kota Tanjung Pinang dan Sekitarnya, sudah banyak orang orang atau anak anak muda yang menekuninya, walaupun penggiat pelaksana dan komsumennya semangkin lama semangkin sedikit dalam segi jumlah ataupun karya,semoga saja asumsi saya tidak tepat.



Dan memikul beban sastra di Kepulauan Riau khususnya Tanjung Pinang sebenarnya sangatlah berat. Dalam keterbatasan yang ada saya selaku penulis kiranya bebean moral itu jadikan suatu momentum yang baik dan kita jangan berbangga hati dengan status yang diberi itu,Tradisi Menulis memang sudah ditinggalkan orang orang pendahulu dan merupakan waris leluhur yang mesti dijaga dan dilestarikan {berkesinambungan} akan tetapi jika tidak ditopang dan dikenalkan oleh waris warisnya apa yang akan terjadi.



Al Fakir
Irwanto,19/12/2010

Minggu, 12 Desember 2010

CATATAN INFORMASI SEPUTAR SASTRA "PELANTAR KUSAM DI KOTA TANJUNG PINANG"

Oleh:Irwanto

Informasi “Penyair Muda Riau, baru saja meluncukan buku Antologi Puisi Penyair Muda Riau Tahun 2010 di Taman Budaya Riau tadi malam, dan diisi dengan telaah sastra yang didedahkan oleh Tuan Syaukani Al-Karim”.


Penyair Muda Kepulauan Riau bisa seperti itu,bukan mengikuti akan tetapi mengambil semangat yang bermanfaat saja,mudah mudahan dalam waktu dekat dengan usaha Saudara Rendra dan Raden Yoan atau rekan rekan yang lain,dalam keterbatasan komunitas ini dapat sedikit banyak kelak mampu menjawab,harapannya adalah dapat sekaligus ditelaah dengan tendensi Kesusastraan dengan orang orang tua kita Lokal di Riau Kepulauan maaf Red,(saya tidak mau menyebutkan satu persatu).sehingga evaluasi dapat dirasakan secara efektif dalam pendekatannya.


Saya merasakan Pelantar Kusam yang ada di Kota Tanjung Pinang adalah tolak ukur awal Komunitas Sastrawan muda Riau Kepulauan yang menjadi Lakon penting dalam menunjang Sastra Kepulauan Riau itu sendiri ,sehingga dapat berkomoditas dan memberikan alur yang berguna dengan generasi yang sedang tumbuh dan terus berkembang Mungkin saja kelak dapat mewarisi estafet sastra di negeri ini ,karena Riau Kepulauan adalah mukim nya kawasan budaya dan tamaddun kesusestraan.


Untuk itu pekerja seni berbicara dengan sebuah karya apakah karya itu dipublikasikan atau pun tidak itu tidak juga menjadi hal penting,hanya saja jika bersifat menyangkut sebuah tolak ukur sastra dan membidangi sebuah komunitas yang berpotensi maka karya sangatlah penting ,seperti yang dituturkan Pak Rida K Liamsi,.."Karya adalah Sebagai sebuah dokumentasi peristiwa dan catatan perjalanan sebuah bangsa".Namun jangan lupa kodratnya dengan tidak memaksakan,karya butuh perincian matang dan dikemas baik.


Catatan ini hanya sekedar informasi dan penyemangat khususnya buat saudara saudarku di Pelantar Kusam yang saya banggakan.{Jakarta/12/12/2010}