Senin, 28 November 2011

''Bermula dari Kesadaran''

Di mulai dengan kesadaran di mana tapak untuk mengadun laman dibukit sigau sempit pulau yang pernah menjadi aktor penting di laman Tamadun ini, membuat air takung Sastra yang meluap luap untuk senantiasa di alirkan, mengalir menyusuri celah muara merekam menapak terjang habis, dalam diam sunyi atau meranggas sekalipun.


Mungkin itu yang tergambar dan terekam di kepala hotak bilis bilis puaka yang sakti itu, bertelingkah menyusuri muara alir yang menempa masa zaman berzaman, tidak ada salahnya jika mereka pantas tersampok dengan puaka tanah amanat itu.


Tanah amanah yang jika di ceritakan menjadi seampaian jarak yang tak akan pernah habis di susur galurkan, semua itu bermula dengan adanya sebuah kesadaran, kesadaran mengenal apa yang ada di celik mata, tepi rumah, tepi longkang,tepi kampung, bahkan tepian tamadun yang tecagak di tengah-tengah sempit selat ini.


Tamadun bersusatra menjadi demam panas yang gigil di terpa, arah angin arus dan pasang surut di zamannya, Raja Ali Haji merasa seorang diri yang semput memapah habis batu karang, untuk mengalirkan takung sastra yang meletup-letup itu mengalir di muara tamadun Melayu ini, dengan berbekal empat kerat tulangnya tak leluasa di sigung kolonial, dapat pula membuat galian parit menggunakan pena untuk menulis, sehingga takung air itu dapat menerkam habis tanah kerikil yang senantiasa mengikat kebodohan, takung air yang resah itu terisi berbagai cita-cita, harapan bahkan tabiat ingin bebas sebebas kata dalam pemaknaannya.


Jika kita mudik kemuara lintasan sejarah, masih banyak lagi pendahulu kita berserai arai tumpat dan ranggi bertabiat sadar, semisal bermula dari kesadaran Raja Khalid al Hitami dalam kelompoknya, berusaha mengalirkan dualisme takung air sekaligus, takung ingin melepaskan diri untuk lepas mengayuh tanah amanah ini dengan marwahnya, serta berusaha melepaskan diri dari takung air bersusatra yang meledak-ledak di kepalanya, kayuh rentak orang-orang terdahulu dalam membuat celah itu telah menggambarkan kepada kita bahwa sejarah bukan hanya dapat menuai peristiwa namun dapat meberikan kita rentak kaki dan derap langkah prilaku orang-orang yang ada di zamannya.


Peranan perkumpulan orang terdahulu semisal di abad 19 dan di penghujung abad 20 ,kita sidaikan Ryusdiah Klub yang senantiasa ranggi mengulum-ngulum bahasa menjadi gula-gula yang manis dan sedap, memapah menjadi senjata yang jitu dalam mengumpat visi dan misi helahnya, walaupun dalam pepat malam badai datang menerpa silih berganti, kerja-kerja derap dan langkah kaki itu terus ranggi melawan bertabiatkan bahasa yang telah menjadikannya senjata rahasia.


Tak habis sampai di gerak ini saja, Dermaga Sastra di abad 20 keatas, memberikan denyut baru berisikan orang-orang yang piawai dan tunak dalam bertelingkah harap tanah ini, di katub dengan Suryatati A. Manan, dibelakangnya sudah menunggu generasi muda sakti yang siap meneruskan tali alur suaka ini, dan itu semua bukan sebuah impian sematai.


Bersabit dengan tingkah polah itu semua, wajarlah denyut demam bersusastra menjadi waris yang selalu menambatkan sampan di pelantar, untuk dihanyut dan dilayarkan, adanya "Pelantar Kusam" misalnya merupakan usaha dan kerja yang sederhana sekali berperan dalam membongkas habis celah takung air tersebut, sehingga kelak akan mengalirkan air takung kemuara tamadun ini.


Hendaknya bermula dengan kesadaran, sejak seperampat abad Raja Ali haji menulis Tuhfat Al Nafis atau Bustan Al Khatibin, atau malah berabad-abad dari sekarang semua itu tidak terlepas dengan adanya tabiat sadar, memberikan apa yang hendak di beri dari waris tak lurus sekalipun, gendang dan tabu bersusastra di tanah amanah ini untuk selalu di bunyikan memberikan semangat dan dorongan, dalam rangkaian yang sakti itu terus menerobos lembah yang lembab, ledah, lecah sampai ke muara indah.


Memberikan laman bermain yang baik kepada yang muda, adalah langkah awal mengenal lingkungan yang baik dari tapak ranggasanya, dari itu seharusnya dari dulu lagi untuk yang muda mestinya tambatan pelantar ini atau apepun namanya, mestinya ada di pelupuk mata.


Jika penulis diberikan ruang untuk memberikan hasut, engkau yang muda rebut segala mimpi, tuai segala angan, rengkuh semangat baru, nubuatkan di lembah ceruk dalam, tanamkan benih hingga menjalar di laman tamadun, hentakkan bunyi talibun waris kampung ini, hingga memekak di kota tetangga atau berderak-derak sampai di sekotah-kotah entah berantah, sidaikan semak samun, gali terus celah biar mengalir air takung itu, lata ku hunjamkan diri ;


"Selamat Ulang Tahun Pelantar Kusam".


al fakir.
Irwanto,November 2011

Nb: Catatan Buat Pelantar Kusam

Jumat, 25 November 2011

Bertandang Ke Busut Mu

di antara surut dan denyut pasang
menjinjing langkah di bawah terang bulan
rupanya engkau telah berupa candi
terpasang ceruk muka jadi kota
bersulam jadi parkir yang maha luas
diperhentian dilalu lalang banyak orang


ku lihat sepit terkuat mu berserak
terlanjur janur nipah ini juga mati muda
ku jadikan selinting rokok ku hisap ah sedapnya
sambil menatap rimbun daun bakau tua
serupa pucat mengibas bendera pelan-pelan
bila malam datang rama-rama pun bertingkah gila


di batang hidung ku, kau tawarkan singapura
sesekali kau pun tak lupa berkabar kota malaka
mendengar cerita itu aku menari hikayat lumpur
mengitari lubang yang pernah engkau ceritakan dulu
hari pun mulai gelap kawan, mari kita pulang



25 November 2009

Senin, 21 November 2011

"Menakik Hidu"

sambil menganyam secangkir kopi

ku ajak pak belalang datang

menghirup sampai mengadu kampung

pada zuriat yang menggali laut

menepuk nepuk buih berkecipak pantai

di sudut benua selat ini surga terkepung

menjadi berbait rima yang tak tentu hala





{d}December 19, 2011

Selasa, 01 November 2011

Tatahan Anasir Kahyangan

Beberapa waktu yang lalu sepulang dari Jakarta tempat dimana negeri yang selalu disibukkan dengan tabiat Demo, alias mesyuarat yang dah terujung, tabiat dimana orang lapar sepanjang suap, tabiat negeri berasap yang selalu berkenduri di tengah jalan dengan gumul macet sepanjang zaman, tabiat tesampok makhluk kayangan hingga melompat jauh kelangit, membuat mata, hati, hidung, telinga juga otak,letih dan penat, walaui disana ada juga harta karun bagi orang-orang yang mencari mimpi, leguh legah itu memperkuat tabiat rindu nak bertingkah melempar sigau di ujung tanjung,di pelantar kampung menjadi sesuatu yang normatif dan terbilang sehat dalam segi segau bentangan kerisauan.


Nuansa rindu angin, debar ombak dan udara lembab di ceruk kemudi primodial tanah asal atau kelahiran, menjadi talibun yang senantiasa tak penat di ungkai, selalu di pendam dan membuncah di lorong sempit renungan , menjadi hal yang kesumat senantiasa bersenggayut di pelupuk mata., apalagi bertembung dengan makhluk Tuhan yang dapat menegur dengan santun dan sopan, berpusu-pusu dengan jengah sigau budak-budak yang tak kenal diam dan berdiam diri dalam bentangan santun bersama akrobatik pendatang serantau.


Sesampai di bandara Hang Nadim nan megah, bandara yang berkelas di Kepulauan Riau, saban tahun selalu menjadi tempat pemberangkatan Jamaah Haji orang kampung kita,kampung tetangga atau kampung lain para pencari suaka ,bersaf-saf datang dengan segala tabiat datang,dengan sekotah-kotah orang itu entah kenapa mata ini berdengung-dengung, semangkin lama jika di tenung-tenung ada bendera suaka yang berkibar di sudut ceruk bandara ini semangkin lusuh dan berkarat, memberi coretan dinding penunjuk rumah seakan terasing dan inilah Aku(Melayu) terpasak di bawak pokok senduduk berada tak jauh dari pandangan orang kita.


Bendera dengan kibar malu tapi mau itu, menepis tudingan yang ranggi sebab tersebab sudahpun mengokah kemajuan beralaskan tapak tanah dan lubuk orang kampung kita, siapa yang tak hendak dengan fenomena kemajuan, bangga dengan kampung menjadi kota yang di tonton orang ramai, ditegun negeri seberang dan akhirnya kita dapat berlari menuju ujung dan tepian janji , kemajuan yang terus mara kedepan hendaknya dapat memberi rindu rinduan dengan kearifan lokal, dan kelak entah kapan dapat beriringan sekaki seayun selangkah segerak menjulang penanda atau simbol atau penunjuk suaka rumah kita, semisal dapat menitip tunjuk langit yang menunjuk langit memberi tahu inilah Aku.


Entah berapa kali kaki ini mengayun di gedung petak besar memanjang dengan lagaknya, beserta susunan pesawat terbang layaknya barisan langgam ikan bilis, serasa datang di kota kahyangan dengan tatapan modernitas, yang menurut kami fakir ini lamat-lamat tersebit ada kabur yang menunjuk rindu ceruk dengan nilai seni dengan dekorasi,simbol atau umbul-umbul nafsu puak kita, dimulai dengan bentuk fisik gedung ini pastinya sudah dimeja hijau kan semenjak gedung ini pertama kali diniatkan untuk dibangun, sehingga tak bisa di pungkiri mata pun akan menjadi hijau atau memang terlampau banyak mata hingga samar-samar dan susah memfokuskan, yang pasti disana juga ada orang kita sama-sama mempunyai titipan itu,atau entah juga orang kita ada tapi pada saat naik meja mereka gagap meneropong.


Sehingga saat ini dengan teropong mata batin sekalipun susah menemukan semisal lebah Bergayut, sebuah benda yang bersenggayut berwarna kuning lazimnya bersusun berasal dari kayu, atau kembang sedaun motif hiasan gedung atau rumah, ada juga siku keluang hiasan langit-langit gedung atau rumah , dan satu lagi tak kalah uniknya mungkin kita awam dengan keberadaan Awang Larat, lazimnya berada dikiri kanan berselonjor menjadi pertanyaan besar entah kenapa sebuah motif hiasan bunga yang terpancng keluar diselasar papan disebut dengan kata larat, entahlah kearifan nenek moyang kita yang pasti mempunyai segudang kitab filosofisnya.


Semua itu hanya sebagian penanda rumah atau bangunan publik yang membuat mata ini menjadi rindu, ya sekali lagi rindu akan penunjuk puak yang lumrahnya dulu ada tersebar di pulau Segantang Lada,bahkan adanya keberagaman dengan daerah-daerah lain seperti Riau yang sama-sama mempunyai mata yang sama dalam kepungan rindu ini,
Dan entah kapan mata ini diserakkan dengan penunjuk puak kita,entah itu dengan polesan atau modifikasi yang sedikit saja diberikan ruang aar dapat mencoret dinding laman ini dengan kanfas seni yang sudahpun dibekali orang-orang terdahulu,sehingga jika itu cantik dan bermakna maka dapatlah di ambil kira,jika buruk tak usahlah, namun yang pasti semua itu menurut kami yang fakir tidak ada salahnya memberi tapak ingatan akan hiasan rumah diruang tamu, beranda depan, beranda belakang atau tersebar di sudut-sudut rumah,sehingga tamu yang datang sudahpun tahu jika ia mengenal betul datang dirumah kita.


Kepulauan Riau,November,2011

Jumat, 28 Oktober 2011

"Pulau Berhala, Mengingatkan Akan Cogan Pusaka"

Bicara kepulauan di negeri ini,maka kita akan mengenal istilah indo - melayu istilah sebutan priode klasik antara abad 7 dan 15 M, disana ada Hindu dan Budha berperan menatap kepulauan muasal pulau kita nun jauh kebelakang, Alfred Rusesel Wallace juga Antropologi Inggris memaparkan bahwa Sumatra termasuk kedalam Kepulauan Melayu atau istilah lain saat ini dinamakan menjadi Kepulauan Nusantara, lalu ada pula yang menyebut tanah ini dengan sebutan "Pulau Emas", orang india utara juga mengenalkan muasal tempat tinggal moyang kita dahulu dengan istilah'"suvarnadipa', orang tamil juga tak mau ketinggalan "javaka" mereka menyebutnya, dan yang pasti apapun sebutannya disana tentunya ada orang-orang Melayu.


Sriwijaya dengan sederatan nama besar dibelakangnya masih menaruh ziarah kepada orang melayu dan tentunya masih menjadi mahkota berpualam di tatapan bathin para raja-raja ketika itu,karena ada jantung hati yang menuai padi bukit siguntang, lalu jambi pun melebar rindu menapak dipangkuan pulau emas itu,ya ada pulau Bangka juga menapak dekat dan tentunya kerinduan pasti ada pada berhala yang mengecap rasa.


Lalu apakah ada hubungan Sumatera dengan Pulau Berhala? Apakah hanya Alkisah atau hikayat semata ?, kita ketahui dipastikan sejak berabad-abad lamanya ia ikut serta menonton puisi zaman dengan epos zaman berzaman , seperti hardisk komputer yang senantiasa menyala, disana ada populasi yang senantiasa membentangkan peta corpus melayu, naskah-naskah kuno yang terserap para penduduk pribumi menjadi sebuah alasan yang ranggi untuk ditenung-tenung apakah aku, kau atau mereka memiliki batas atau keterbatasan menidurkan pulau yang lagi naik darah ini.


Raja-raja melayu sudah pasti mengenal betul rahim suaka ini, keterikatan itu pasti menjadi memorial atas istana sentrik tentunya,Riau-Lingga-Johor menjadi awam mendengar cerita zam alakazam daerah parutnya ini.dan saudara se-Semenanjung Melayu juga ada kuadapan yang memapah Melaka dengan Kingdomnya, ya ada Raja dan Rakyat dengan kearifan dan daerah warisnya yang bermarwah lagi berbilang kaum itu.


Mungkin tanggapan yang di tulis Yusmar Yusuf dalam bukunya Juwita Melayu ada sedikit yang memberikan kearifan siulan sekedar tanya jawab ia memaparkan sejak masa kerajaan Riau-Lingga-Johor saja sudah adanya penguasaan akan harta karun, imbuhnya "siapa yang menguasai sumber timah, dia akan menjadi kerajaan yang kuat dan disegani", berarti negeri-negeri yang memiliki timbunan hasil alam yang melimpah wah, masih menjadi bual-bualan rindu adanya kekuasaan, atau mungkin ia masih berbentuk harta karun atau harta marwah ?, agaknya sejak jaman para Raja-raja hingga ke jaman Yong Dolah tokoh hikayat dari Bengkalis,Riau itu yang mungkin saat ini sudah memakai handpone sekalipun, apakah cerita itu memang masih terus diulang-ulang ?.


Untuk itu atas nama kerinduan akan hamparan pulau ini ,apakah kita harus bertemu dengan Keresidenan Riouw dan bertemu dengan nenek moyang kita yang hidup di tahun 1899, atau kita mengintip para kolonial belanda dan inggris yang memancung tanah ini dengan Mantra Sakti 1824,1826 dan 1828 nya, atau kita bertemu dengan orang-orang kalah yang mengibas-ngibaskan bendera kecil ketika Datuk Suaka di Daerah Supralokal ibukota bernama Indonesia saat ini, pada tahun 50-an yang memindahkan kertas kerja Riau bernama pulau ke Riau daratan, mungkin di sana ada kunci dan berangkas yang berisi selembar kertas atau suaka yang mengenang.


Sekali lagi jika masih sempat berandai-andai, tidak ada salahnya kita menanyakan tuan tabib sejarah yang tersisa saat ini di kampung kita Kepulauan Riau, ada Tuan Aswandi Sahri yang kenal betul dengan lembaran ziarah sejarahnya, dengan kata lain jangan lupa juga dapat menghadirkan dengan dongak kepala untuk Tuan Politikus Maknyus yang tak mau saya sebutkan namanya harap maklum, kerja-kerja negosiasi sudah kelat terjadi begitu lama, orang-orang kita katanya piawai dan tunak bernegosiasi atau "Berunding" bahasa kampungnya, kalau tak percaya Tuah yang sudahpun menancapkan kerisnya dengan berdarah sekalipun menyempatkan untuk berunding kepada Jebat.


Belum ada kata terlambat, sebelum bercekau-cekau dengan bunyi talibun yang sumbang, dengan nada yang terus sumbang itu lalu puaka pun datang menari-nari bersama tepuk dan hentak kaki, kitapun terus naik ke alam irama dayu yang jahanam, berzapin ria dengan kayuh orang kalah perang, maka Datuk Suaka yang tidak bertanggung jawab itu menunggak kamr bersama telunjuknya yang sakti lagi mandra guna itu mereka akan menenggelamkan mabuk .


Pulau Berhala
negeri ini berendam laut
bertebing selat berhamparan pulau
engkau jinak di suaka tanah bunda
kisah mu mengingatkan aku pada Cogan pusaka
dan ianya terus bermimpi kembali


al Fakir
Irwanto
Jln Tanah Merdeka,jakarta 1 Oktober 2011.

Senin, 26 September 2011

Penggal"senandung tikar bunda yang tersadai"

Daud,sudah lama ingin ku kisahkan sebuah nostalgia tanah bunda,dengan tikar sejarah yang berpenggal penggal digulung gulung dan tersadai disebalik pintu bilik yang gelap.

Daud,Air mata bunda kerap dibentangkan bersama tikar itu terkadang bunda salah memilih tikar,terkadang bunda gagap membentang tikar yang sama sedangkan yang lain terbiar lapuk.

***
Daud,aku juga mempunyai mimpi yang sama dilautan ombak kemala nilam ini,membelukar menyonsong badai ribut,dengan doa tafsir siarah bunda,tentang sumpah setia,megat yang lekas naik darah,juga panglima dan datok laksamana,ah

Daud,bersama buhul buhul alun yang renyai ini,jangan engkau merasa biduk kecil ini tak was was menempa karam,kiri kanan hanyut menjeling kejam.engkau akan hanyut digurun pandangan dan apakah engkau kelak dapat melihat air mata bunda yang membesuk bersama sumpah dan janji.

Daud,bersegeralah menambat dilabuhan sejarah ada bunda disana.bersama negeri mimpi nilam kayangan,yang akan membawa tamu tamu penjamuan air mata.nyinyir bunda yang setia membisikkan sebongkah duka lara ke pelosok kampung sampai ketebing bukit bintan pun lebatnya sialang yang panjang.berbulan tahun dengung itu berdengung menjadi bekal bersandingkan gandum dan roti.

***
Daud,setelah engkau dapat merebut bukit ombak ini,tepakkanlah janji mu,laksana raja haji yang telah tunai janji,menulis surat sebelum dadanya ditembus bedil portugis ,dan laut teluk ketapang menjadi dawat penanya.
...
Penggal ke 2
Karimun.2010
(sajak ini dah tak kuat lagi aku pendam,biarlah Daud dapat membacanya)

Penggal "Majelis Zikir Fesbukiyah"

Majelis zikir jamaah mahzab fesbukiah,

satu persatu jempol bertadarus membaca ayat ayat kitab wa al fesbuqiran,

mata berkomat kamit dengan panjang pendek tajwidnya,

sedangkan mulut khusuk dan sesekali diam tumakninah,





{d}Setatus lawas 082010

"SELAMAT HARI RAYA Pakcik Din",

Tadi pagi Daud baru saja mendapatkan telpon dari Pakcik Din Tayib,beliau adalah paman Daud yg bermukim di negeri tetangga Malaysia tak jauh dari kampung Daud yg permai itu di Negeri Bumi Berazam,dengan gembira bercampur aduk Daud berlari menuju kebelakang rumah tampak Tok Kawan sedang mencuci sepeda Tongkang kesayangannya.



Dengan tecungap cungap Daud menirukan berita itu"Tok...Pakcik Din Tayib telpon tadi,nanye kabar dan kirim salam buat Tok ","Walaikumu salam,kabar baik,trus Pakcik engkau tu cakap ape lagi..?",tampak Tok Kawan sesekali mengelap lampu depan sepeda tongkang nya yang hendak dipakainya buat takbiran di Masjid malam nanti..timpal Daud"Trus Pakcik cakap.. disana dah bagi duet raye",tiba tiba tok kawan terdiam sejenak."Hmm,Alhamdulillah,bersyukur di Indonesia masih diberikan jatah untuk bertaraweh sekali lagi"sambil melanjutkan kembali mengelap sepeda.



Tampak Daud hanya mengangguk angguk saja,wajar saja kebingungannya mungkin sama bagi budak budak yang lain di kampung Daud,sebenarnya kampung Daud dengan kampung Pakciknya di Negeri tetangga tidak lah jauh,Tok Kawan pernah bercerita untuk pergi ke Negeri Pakcik Din tidaklah lama seperti seekor lalat yang sekali hinggap dari terbangnya,lain halnya ke ibukota jakarta,lalat pingsan sampai jakarta berkali kali hinggap kawan tu terbang entahlah,Tok Kawan tu kalau bercakap sedap kentut dia saja.



Kemudian untuk menenangkan Daud yang masih bingung itu Tok Kawan pun berkata"lah Daud kalau di Kampung Pakcik Din Pagi ini dah bagi duet raya,besok pagi di kampung kita dapat duet raye dua kali","Ye Ye Duet raye"Agaknya Daud memang dapat duet raye ganda lah tahun ini tak pelak berlari lari kegirangan mendapat kabar itu.



"SELAMAT HARI RAYA 1432 H PAKCIK DIN,MINAL AIDZIN WAL FAIZIN,dari Tok & Daud di Bumi Berazam"

selesai.30 Agustus 2011.

Minggu, 11 September 2011

"Duyung kampung Jembatan Kodong"

Oleh : Irwanto

Lampu colok yang telah menghiasi malam tujuh likur Ramadhan kemaren hinggakan malam Raya dan selepas sembayang Raya masih pun menggantung digerbang,ada juga yang masih tecacak ditiang pancang dikiri kanan jalan di badan jalan disekotah kampung yang dilalui mereka berdua itu.


Namun demam raya masih ada di kampung Daud,tak pelak lagi Tok Kawan lagi bekayoh melintasi kampung antar kampung,Daud yang sengaje duduk membelakangi jalan,hari ini dia duduk menghadap belakang makin leluasalah ia memandang kiri kanan jalan,tidaklah mesti terhalang punggung Tok Kawan.


Setelah melintasi kampung Jembatan Kodong,Tok beserta Daud,agak sedikit melambatkan kayuh basikalnya,maklum saja sebelum sembayang raya kampung Jembatan Kodong disambut hujan selebat lebatnye,maka kampung yg sering menjadi langganan banjir saban taun ini pun,jadi bulanan banjir.itulah mengapa kampung ini juga disebut Jembatan Kodong,deretan jembatan jembatan yg menjembatani sungai kecik atau disebut juga dengan parit,bila airnya meluap maka jembatan jembatan terlihat kodong alias terputus karena permukaan air meluap hingga ketebing jalan.


Lain pula Jembatan ada lagi Duyung Subuh ke Petang,luar biase kampung Jembatan kodong ini memiliki sejuta cerita dan krenahnya,maka Daud yang kebetulan duduk menghadap kebelakang tiba tiba ditegur Tok Kawan,"betulkan duduk engkau tu,tak baik juling nanti",cergas Daud membalik badan,tak berapa lama tok berujar lagi"kalau dah petang ni,banyak Duyung kampung ni",Daud tengange bende Duyung dekat laut setahu dia kalau disungai air keruh macam ni,sembari terlarut dalam lamun Daud pun berkata"Duyung jenis ape pulak Tok","Duyung jenis kepala hitam,dari yang muda sampai yang tua semua timbul,timbulnya subuh dan petang hari aje".Daud menggaruk garuk kepala saja.


Dalam hati ia bertanya dalam dirinya sendiri"Ya wa e,Duyung Kampung Jembatan Kodong ni mandi pakai gayung pulak,luar biase.",mungkin ini menjadi sebab juga mengapaTok Kawan sengaje melambatkan sepeda tongkangnye cuci mata lah pulak,agaknye lah".


Sungai Ungar,Karimun,02092011

Selasa, 09 Agustus 2011

”Perahu layar ku Laju Sepantas Angin ”

Wak Koreng sedang berdiri tegak di tepi jalan kampung tua,terlihat jelas pokok kayu ara yang berdiri sama hidup segan mati tak mau itu manjadi saksi jalan protokol dikampung sepantas angin,tapi kononnyea belanda sering bertamu di kampung tak seberapa ini,begitu juga dengan orang Inggris pernah duduk ngopi sekejap di kedai kopi Acai pemilik saham tunggal turun temurun yang telah bernastautin di simpang tepekong cina.

Kampung Sepantas Angin adalah kampung yang di diami oleh orang pribumi Melayu,walau keragaman berbilang suku juga memberi warna masyarakat tempatan,rupanya Daud juga kebagian jatah untuk bertandang juga disini, ada tugas khusus yang mesti dijalani dan sangat rahasia ianya amanat langsung dari Raja Muda.

Ketika arus selat di Ulu Riau sudah terasa menduyun,lepaslah pandangan selat pisang bertembunglah pulau combol,lunas sampan layar yang di kemudikan Daud seorang diri itu tampak menepikan gelombang yang teduh, memberikan bias cahaya dan tempias cemas dari sinar matahari yang gagah,rasanya kampung ini sudah beberapa kali ia datangi namun dalam lamunan benak hatinya masih terngiang ngian akan kesan mendalam rentak joget dangkung,harumnya deretan kedai kopi,jong jong inai Wak Lukah,batu sebunting,keramatnya gunung sulit,lezatnya pelanduk panggang dan masih banyak lagi rindu semalam itu untuk di bingkas di benak Daud.

Tugas Daud kali ini sebenarnya sederhana saja namun memerlukan kepercayaan yang tinggi,maklum saja kedatangan Daud ke kampung sepantas angin ini mesti bertemu dengan Tok Itam,beliau adalah tok Bomoh yang tersisa waris langsung dari silsilah anak beranak persatuan perbomohan di kampung ini,Ayahanda dari Tuan Raja Muda pun mengenal beliau,

Daud telah memegang sebuah surat amanat itu yang mesti diberikan langsung oleh Tok Bomoh tanpa perantara,maka setibanya Daud datang berdiri tegak dipintu rumah dengan bahasa yang santun lagi menuntun diseraknya serapal sepenggal dua penggal tak lupa ucapkan salam,seperti biasa kadang tok bomoh ini memang mempunyai ilmu seperti orang hebat jikalau kita kaitkan dengan dunia maya sekarang sebutan”Mbah Google”,macam tau aje kedatangan kita sudah di searching terlebih dahulu agaknya dan langsung mucul ape yang hendak kita cari,ah sudahlah tiba-tiba,
''Walaikum salam,jemput masuk ananda,engkau budak si pengantar surat kerajaan ya'''jawab Tok Bomoh memecah siang tegak.

Air ludah di telannya pelan-pelan jika bertembung dengan Tok Bomoh ada sedikit hawa atau aura yang lain,ketimbang bertemu dengan orang Belanda atau Inggris,berbicara dengannya serasa sedang berpuisi atau membaca sajak dan mantra mantra,sesuatu yang lazim di khazanah sekotah kampung orang Melayu disini,bagi Daud sudah tidak menjadi perkara yang tak biasa maklumlah dia ini ada juga dahulu ada sebarang penyakit lama yang masih tersisa katanya ia ingin menjadi pujangga atau sastrawan sewaktu duduk dibangku sekolah dahulu.

Tanpa usul periksa Tok Bomoh langsung bertanya
"Mana dia surat yang ingin engkau hantarkan anak muda" katanya.
Secebis surat berwarna putih kusam itu sudahpun dicap batu oleh Raja Muda dikoyaknya,tak berapa lama diambilnya sebentuk barang dan dijampi-jampinya kemudian dibungkusnya menggunakan kain kuning,didepan muka Daud Tok Itam Berpesan,
''Sampaikan salam dari hamba,buat tuanku Raja Muda sehat sejahtera selalu,sudah hamba tunaikan permintaan Tuan ,Pukau Negeri Sepantas Angin,semoga Kapal Layar Tualang Tiga dapat pantas sepantas angin.lillah''.
Amanat itu dipegangnya kemat-kemat disimpan di kepala hotak si Daud,rupanya pertandingan sampan layar di negeri setumpah lada ini masih jauh lagi dari jatuh anak bulannya,namun usaha untuk mempertahankan kejuaraan sampan layar menjadi fenomena yang lain,barulah aku tahu maksud kedatangan di kampung sepantas angin ini ianya tak lain dan tak bukan mencari sesuatu atau ilmu pendamping untuk utusan kapal layar kerajaan yang di perlumbakan,rasanya dari pihak kerajaan pun tak mau kalah dan memang usaha untuk mengalahkan pesaing pesaing dari negeri tetangga lainnya sudahpun dipersiapkan jauh hari lagi,wallahualam.

Matahari sudah condong dari tegaknya,Daud pun berundur diri bersurailah mereka itu,tak pelak lagi suara azan dari surau lamat lamat menusuk gendang telinga,dalam hati Daud berujar
''Tugas aku kali ini lain macam aje,nak minta ampunlah pasal aku dah tahu,kalau belum tahu lain kisah'',langkah kaki sepantas macam lipas kodong bedesus punggung Daud tak nampak lalu.
###

Oleh : Irwanto

Selasa, 14 Juni 2011

Kolom disebalik Batam Pos

Berbicara Koran yang satu ini menurut saya akan lebih menarik jika dibaca setiap hari minggu karena ada sesuatu yang membuat saya tergerak menanti cerita dan suatu paparan kisah di seputaran lingkungan daerah saya,koran yang ada dan terbesar di Kepulauan Riau itu tidak lain adalah Batam Pos,yang katanya gedungnya itu menjulang tinggi tidak jauh dari Masjid Raya Batam.


Jika masih di seputaran Kepulaun Riau saya mesti bertanya kepada loper langganan koran,untuk bertanya apakah masih ada stok yang tersisa untuk yang hari minggu walapun saya juga rutin membacanya dihari hari lainnya.sang loper selalu berkata ada apa berita di setiap hari minggu,ternyata di Batam Pos ada kolom Sastra di sana ada Kolom Abdul Malik dan juga Kolom Temberang milik Bang Husnizar Hood.


Sebenarnya di lembar kolom tersebut satu paket dengan beberapa kolom puisi yang ditulis oleh orang-orang serantau, namun jika berbicara kolom puisi mungkin sudah banyak puisi dan sajak yang dikirim kepihak redaksi atas nama Daud namun tak pernah muncul anggap saja belum Untung Sabut kata Pak Gubernur Kepulauan Riau di dalam bukunya,menanggapi hal tersebut anggap saja sabut yang ini lagi belajar bagaimana caranya untuk timbul dan mungkin umur sabutnya masih muda sepertinya masuk di akal ,namun yang terpenting mempunyai kemauan dan terus berusaha pasti bisa.



Sekilas dengan membaca catatan "Menjunjung Marwah Memegang Amanah" di facebook milik Pak Malik ini jadi ingat koleksi penggal koran setiap hari minggu senantiasa saya susun antara Kolom Budaya dan Kolom Temberang masih terlipat rapi di kotak dan sebagian lagi ada lembaran mingguan di koper yang selalu ku bawa untuk berjaga jaga jika ada sesuatu yang bisa menjadi rujukan.Sempat terhenti mungkin sang penulis fokus kepada studi atau risetnya utk diselesaikan dan lalu aktif kembal itu kata sahabatku di Tanjungpinang


Dengan keterbatasan jarak saya melanjutkan studi keluar daerah yang cukup jauh dari kampung halaman , jadi tidak bisa lagi untuk memilah-milah dan mengumpulkan lagi lembaran koran Batam pos itu,jika tidak silaf terakhir tepatnya pada tanggal 8 Agustus 2010 tidak lagi mengoleksinya, namun adanya media on line membuat kerinduan akan membacanya kembali seperti berada di kampung saya Kab.Karimun,Kepulauan Riau.bisa jadi kiranya para sahabat-sahabat yang jauh dapat juga membacanya walaupun terkadang tidak senantiasa uptudate.


Harap dimaklumi jika lagi musim belum up tu date karena kesibukan menjadi faktor sepertinya,saya masih ingat lagi perbualan singkat apa yang dikatakan Bang Husnizar hood waktu itu tentang cerita sebuah koran "Engkau mau tahu tak kenapa pencari berita dan wartawan itu paling takut sama orang cina atau orang kaya yang mati","entah tak tau Bang"saya langsung menjawab perkataan beliau,dan beliau langsung menjawab"Seluruh halaman muka di koran akan bertuliskan tentang Turut Berduka cita,habis kolom berita tak ade tempat lagi",kami pun tertawa terbahak- bahak karena berita akan terisi dengan berita kematian orang -orang hebat yang sanggup membayar lebih di sebuah halaman koran .


Dan ternyata Kolom itu telah dibukukan dan alhamdulillah kedua buku itu ada ditangan "Memelihara Warisan Yang Agung" dan Buku Kolom Temberang jilid yang pertama.walaupun buku jilid pertama didapat dengan menjadi tukang pembuat souvenir sampan yang tak seberapa itu dan tak selesai juga cocok rundingnya,semoga saja akan mendapatkan lagi kelak yang kedua sepulang merantau dari negeri seberang,namun buku Memelihara Warisan Yang Agung yang di beli di toko buku di batu Sembilan Bintan center itu sekarang berada di Pekanbaru karena ada seseorang yang sangat membutuhkannya katanya sebagai referensi.


Dengan adanya catatan dan media Facebook terlintas saya ada membaca sebuah judul yang tidak asing itu,dan menambah kerinduan untuk membaca Kolom Kolom yang ada disebalik Koran Batam Pos lagi,sesuatu yang berakar dan tumbuh berkembang menjadi sumber sumber ilmu dan wawasan buat para pembaca yang ada di pelosok negeri serantau,baik tulisan yang dikemas rapi layaknya sebuah artikel penelitian yang mempunyai bahasa tingkat tinggi, maupun ada juga yang hanya berupa cerita lelucon belaka yang semuanya itu bermakna dan memberikan sesuatu pesan moral dalam kearifan bermasyarakat.


Mereka itu Pak Abdul Malik dan Bang Husnizar Hood yang menjadi sang penulis semoga ada lagi para penulis atau satrawan yang mau memberi seperti mereka itu atau malah kiranya ada sastrawan yang masih berselubung kelak ada seperti mereka,berharap nantinya ada juga budak Melayu Kepulauan Riau lainnya yang mau bermimpi ingin menjadi Generasi yang mau memberi seperti Mahmud yang senantiasa risau akan kampung halamannya dan Madah pak Malik yang selalu bercerita apa adanya seperti "kenapa tidak pakai bahasa Bumbung",Bumbung itu sebutan atap rumah atau atap gedung,bahasa itu muncul pada saat ada peresmian memasang atap untuk gedung perkantoran tapi kala itu mereka menggunakan judul acara menggunakan bahasa asing bukan menggunakan kata kata Bumbung imbuhnya.



Salam Takzim
Al Fakir
Irwanto,Jakarta/2011

Senin, 23 Mei 2011

Tentang Syair (Ala Melayu)

Dizaman sekarang yang serba bulat simetris ,jelas padat terang benderang,eforia masyarakat pembaca dan penikmat sastra khususnya lebih menyukai sastra lebih modern, mudah dibaca dicerna dan instan untuk difahami,kesantunan dalam berbicara dan menulis semangkin lugas menusuk tanpa basa basi,namun itu semua bukanlah hal mutlak akan sesuatu yang menjadi indikator dari kesantunan berbahasa,karena pendedahan kata kata yang ingin disampaikan tidak lagi bermetafora dengan keindahan berkata-kata belaka dan telah beralih menjadi sesuatu yang semangkin serba ilmiah namun kesemuanya hal itu hanyalah sebuah akan pilihan,dan pilihan itu nyata dan berada ditengah-tengah kita.

Beberapa hari yang lalu sempat membaca dari apa yang di suguhkan sebuah karya dari sahabat di Tanjung Pinang,karya itu sebuah Syair,Jika kita berbicara Syair,Gurindam dan Pantun bahkan Hikayat sekalipun mereka itu termasuk kedalam sastra klasik Melayu di Nusantara,di zaman dahulu Syair khususnya menjadi sesuatu yang lazim dan biasa namun jika kita babitkan dengan lingkungan sekarang sangatlah menjadi sesuatu yang sedikit terasing,mudah-mudahan saja hal ini pendapat yang salah.


Adapun karya yang dimaksud adalah sebagai berikut:


Syair Bunian

Karya: Muhammad Febriyadi


Dengan bismillah kalam dibuka
meminta malam ulurkan bulan
dengarkan itu lolong Srigala
petanda datang Sabda Bunian


Hendaklah pandang kearah bulan
Sabda dihantar gurindam jiwa
tabuhkan gendang rayu bunian
Biar bernyawa tiada yang murka


Mahkota raja disamun sudah
bukan tak betul jatuhkan tahta
Binasa badan karena lidah
Apatah lagi menanam dusta


Suluhkan kami ditengah gelap
Biar tak sesat ditengah jalan
Sabda bunian Menyentap harap
hendak membuka tabir kebenaran

Mengangkat sumpah diujung malam
Tabir dibuka elakkan padah
Alhamdulillah penutup kalam
Sabda bunian timbullah sudah

TP.12052011



Dengan adanya Syair Bunian itu,jika kita melihatnya apakah sudah meggunakan adab penulisan dan kaidah nya telah di jabarkan?, mari kita kembali melihat jabaran akan Syair( Ala Melayu )yang pernah disinggung dalam sebuah karya besar di Kepulauan Riau ini,seperti apa yang sudah tercatat oleh Raja Ali Haji ketika itu "

Syahdan Adalah beda antara gurindam dengan syair itu aku nyatakan pula bermula arti syair Melayu itu perkataan yang bersajak yang serupa dua berpasang pada akhirnya dan tiada berkehendak pada sempurna perkataan pada satu-satu pasangnya bersalahan dengan gurindam. Adapun arti gurindam itu yaitu perkataan yang bersajak juga pada akhir pasangannya tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangannya sahaja jadilah seperti sajak yang pertama itu syarat dan sajak yang kedua itu jadi seperti jawab".

Namun bukan itu saja ada berbagai kaidah cara menulis Syair(Timbangan Syair) dan Pantun telah juga di jabarkan dalam bentuk tulisan berupa surat dan dapat kita lihat pada dokumen persuratan RAH,pada surat 5,baris 4-12,ditulis sekitar awal tahun 1860an dan telah ditempatkan pada salinan Bustanul Khatibin yang merupakan kitab buku tata bahasa Melayu yang tersohor itu.{Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall,2007}.

Dijelaskan pada Dokumen Timbangan Syair dan timbangan Syair ikat-ikatan yang dimaksud RAH juga memaparkan dengan rapi,di sini penulis hanya sedikit memaparkan tentang bagaimana Timbangan Syar itu sesuai kaidah-kaidah yang telah dibagi begitu ragamnya,sedangkan pada Syair ikat-ikatan tidak dijelaskan bagaimana cara penulisan akan kaidahnya,akan tetapi RAH hanya menuliskan bentuk akan syair ikat-ikatan itu saja dalam bentuk karya nya saja yang berjudul "Syair Dua Belas Puji",secara sederhana penulis ingin mengingat kembali berdasarkan sumber dari Dokumen persuratan lama yang telah menjabarkan tentang Timbangan Syair Ala Melayu.



"Dokumen syair I,Timbangan syair"

Ini satu kaidah memperbuat syair Melayu.Ketahui olehmu hai orang yang berkehendak kepada memperbuat syair Melayu atau Pantunnya maka maka hendaklah mengetahui dahulu kaidah timbangannya dan sajaknya dan cacatnya,(2)Karena tiap-tiap pekerjaan tiada dengan ilmu dipejarkan kepda ahlinya maka tiada sunyi dan daripada tersalah dan cacat.Maka dengan ini aku perbuatkanlah satu kaidah yang akan boleh menjadi penjagaan siapa-siapa yang berkehendak pada mengarang syair melayu,(10),Bermula kesempurnaan syair Melayu itu yaitu tiga perkara,Pertama cukup timbangannya;kedua,betul sajaknya;tiga,tiada cacat dengan sebab berulang-ulang apalagi janggal,Itulah aku perbuat tiga pasal.



Bahkan RAH juga memberikan beberapa panduan beserta contoh-contoh yang semestinya dalam menuliskan Syair sesuai pembagiannya .

Pada pasal yang pertama "Cukup Timbangannya"dinyatakan ditulis dengan empat misra'(baris) dan setelah itu disusun menjadi kalimat yang setiap barisnya terdiri dari empat kata- kata,mungkin disini RAH menjelaskan Syair yang mendekati kesempurnaan itu jika setiap barisnya terdiri dari empat kata.

dengarkan tuan suatu rencana
barangkali ada yang kurang kena
dikarang fakir dagang yang hina
tuan betulkan jadi sempurna


Pada Pasal yang kedua,"Betul sajaknya" disini kesempurnaan setiap kalimat mesti disesuikan dengan sajak disetiap pemilihan kata kata yang sesua.RAH menguraikan dalam setiap persajakkan dibagi atas dua hal:



(1)Pertama;yang terlebih bagus ,Adapun yang terlebih bagus yang serupa jatuh dahulu dahulu dalam akhir misra'nya itu,yaitu misalnya:

dengarkan encik dengarkan tuan
dengarkan saudara muda bangsawan
nafsu dan hawa hendaklah lawan
supaya kita jangan tertawan

(2)Kedua;yang kurang sedikit bagusnya akan tetapi betul sajaknya,inilah misalnya:

ayuhai saudaraku yang pilihan
menuntut ilmu janganlah segan
jika tiada ilmu dibadan
seperti binatang didalam hutan





Pada Pasal yang ketiga "Menyatakan Syair yang cacat",dalam kecatatan Syair itu RAH membagi dalam tiga hal;

{a}Adapun cacat pada timbangannya(perli dilihat ada tidak kecacatan pada bentuk kalimat sajak dan yang bukan menjadi satu kesatuan kalimat sehingga sesuai makna dan maksudnya serta masih dalam satu tema yang logis).seperti dicontohkan yang benar dibawah ini;

hai sahabatku yang berakal
hendaklah kamu rajin tawakal
janganlah kamu lalai dan nakal
ketika mudamu menjadi bekal



{b}.Adapun cacat yang berulang-ulang yang bukan Ta'kid,(Maksud yang dijelaskan dalammenggunakan kata-kata yang selalu diulang-ulang dalam pemilihan kata di akhir barisnya yang ada dalam empat baris penggalnya,RAH mencontohkan pada kata-kata "Aduhai","Caharilah" dan"Tuan" ),seperti contoh syair yang telah dipaparkannya:

ayuhai encik ayuhai tuan
caharilah sahabat carilah kawan
menuntut ilmu apalah tuan
menuntut bersama sertamu tuan



(c)Adapun cacat pada maksud tiada cacat kepada sajak,(dalam pembagian kecacatan Syair yang ketiga RAh juga cukup memberi keleluasaan dan teliti,syair yang sudah benar dalam sajaknya akan tetapi tidak di ditopang dengan maksud dari kesatuan akan kalimat nya),dicontohkan;

dengarkan tuan suatu peri
mengenangkan untung nasibnya diri
didalam laut hiu dan pari
mukanya manis berseri seri



Disini kita bisa diambil kira bagaimana mau menulis Syair,semua telah dicatat berdasarkan kaidah-kaidah ala Melayu,dalam kadah menulis Syair lazimnya berakhiran AAAA,terdiri dari empat baris yang berima,akan tetapi dalam teknisnya dibagi bermacam-macam hal yang bisa dijadikan rujukan.


Dahulu syair dihasilkan berisikan sebuah cerita atau novel tapi ala melayu yang berisi lambang dan kiasan yang bermetafora ,ada juga berisikan Hikayat sebuah tokoh,maupun gubahan cerita nyata tentang tokoh-tokoh besar seperti kisah Nabi Muhammad.SAW,yang telah digubah oleh Raja Ali Haji seperti Syair "SINAR GEMALA MESTIKA ALAM" kesemuanya itu mempunyai pesan moral yang dapat digambar atau dipaparkan bagaimana tingkah laku keindahan kebiasaan seni tulis pada masa di zamannya.

Adapun contoh Syair orang dahulu Penggal Syair RAH yang masih saja dapat di nikmati hingga saat ini sebagai contoh pada penggal Pasal ke 6(enam) Syair Sinar Gemala Mestika Alam yang dimaksud sebagai berikut:



Fasal 6.

tatkala sampai umur empat puluh
dibangkitkan Allah jadi pesuruh
mendirikan ugama yang amat teguh
segala ugama habislah runtuh.

tiadalah diterima ilahul ‘alam
selain daripada ugama Islam
dimulai dengan ra-itul manam
seperti cahaya falak-ul subhul ikram.

hikmatnya jangan ia terperanjat
akan melihat malaikat yang hebat
yaitu Jibrail malaikat yang kuat
jadi suruhan rabbul kainat.

kemudian daripada itu halnya
menjauhkan diri daripada kampungnya
suka bersunyi seorang dirinya
di bukit Hira’ konon khabarnya.

bagi Bukhari punya perkataan
di jabal Hira’ kira-kira sebulan
li ibni Ishaq pada bulan Ramadhan
keduanya itu riwayat handalan.

pada malam tujuh belas lailatul qadriyah
malaikat Jibril pun datanglah
katanya’ iqra makna bacalah
jawab nabi yang dibaca apalah.

dipeluk Jibrail serta dipicitnya
katanya ‘iqra dengan sesungguhnya
dijawab bagaimana bacaannya
dipeluk jibrail serta diajarnya.

katanya ‘iqra bismirabbika
membacalah nabi tiadalah leka
kemudian dari itu beberapa ketika
.

kemudian Jibrail datang semula
membawa firman Allah ta’ala
ya ayyuhal mudatsir dibacakan pula
kemudian yang lain Qur’an yang a’la.

Allahumma shalli wa sallim ‘alaihi

Raja Ali Haji ibni Raja Ahmad (1809-1873)
P. Penyengat, Kepulauan Riau


Karya klasik yang ditulis berdasarkan kaidah-kaidah indah dalam penulisan,kuat dalam semantik nya dan yang terpenting adalah pesan moral yang menjadi suatu permasalahan atau sesuatu yang ingin disampaikan,secara umum memang Syair digubah menjadi gubahan yang indah indah itu menjadi suatu cara atau metoda penyampaian yang dinukilkan penulisnya.


Ketika saya disuguhkan sebuah karya Syair oleh saudara Febriadi dari Mahasiswa dari UMROH Tanjung Pinang menurut saya ini merupakan suatu bentuk karya gabungan antara Syair yang bersajak dan Pantun sehingga membentuk suatu karya yang kontemporer paduan antara kedua sastra klasik tersebut,gubahan di atas indah menawan dan berkarakter dengan unsur semantiknya.


Semestinya karya - karya seperti terus bermunculan seiring perkembangan zaman,akan tetapi ada yang perlu dipertimbangkan semua itu menjadi pilihan tetap terus menjage kaidah-kaidah karena semuanya mempunyai batas batas dan tempatnya masing-masing,bagi saya teruslah mengadun tepung tepung sastra itu,baik tetap berpegang teguh bertembunikan Ala Melayu maupun berupaya mengolahnya dengan bungkusan yang menarik lainnya,karena akar sudah menusuk kebumi mengakar luas di setiap elemen masyarakat yang berbudaya di Tanah Melayu ini khususnya di Kepulauan Riau.


Syair bukan milik Raja Ali Haji,Abdullah bin abdul kadir Munsyi atau tokoh lainnya semata ,Sastra Klasik itu milik kita semua sebagai anak negeri berhak memilikinya ,sudah banyak anak negeri telah bergelut pada jenis sastra bentuk Syair ini khususnya di Kep.Riau sebagai contoh ada saudara kita Irwan Jamaludin,Muhammad Candra ,Yoan Sutrisna Nugraha CHt dan Irwanto yang pernah membuat Syair,maupun banyak lagi saudara saudara yang lain menggelutinya.contoh karya satra klasik lainnya seperti Gurindam telah ditelurkan oleh saudara kita Rendra Setyadiharja.S.Sos dan mungkin masih banyak belum kita ketahui diluar sana.


Untuk itu jangan kita masih beranggapan Syair,Gurindam Pantun itu punya RAH saja maka tali estafet penerus Sastra Klasik ini akan pupus terputus dalam bentuk penobatan belaka.dan tidak adanya upaya kerja-kerja pelestarian atau upaya pengenalan.


Sebuah karya sastra merupakan suatu gambaran suasana maupun lingkungan dikala itu,namun realitas karya tersebut apakah bisa bergulir bersamaan dengan jenis karya sastra Moderen dan kontemporer yang sudah berkembang pesat saat ini ,itulah sebuah wujud eksistensi bersama jika kita berbicara upaya pelestarian sungguh sangatlah berbeda dengan bagai mana cara mempertahankan.


Al Fakir
Irwanto,Mei,2011

NB:

a)catatan di atas hanya sekedar cerita belaka,jika ada salah kata dan ucap mohon tunjuk ajarnya,semoga ada yang bisa diambil kira,.Juni/2011

b)revisi ke 2,{penambahan timbangan syair sesuai Dokumen yang ditulis oleh bapak Bahasa RAH}

Jumat, 13 Mei 2011

"Syair Jelajah Negeri Kharimun al A'zam bersama Hang Geliga Tun Kodak"

Alkisah,diceritakan sewaktu Daud tumbuh besar di negeri Setumpah Timah,Selonggok Geranit,Serimbun Gambir dan Selebat Getah di Negeri Kharimun al A"azam sana,bertemanlah ia dengan sahabatnya Hang Geliga Tun Kodak yang berasal dari Negeri Kata maka tersebutlah Kisah Daud pada syair yang menuntun



Penggal Pertama

Inilah kisah Daud budak karimun
Bukan karim juga bukan maimun
Tinggal di tepi selat suka melamun
dikampung katanya sarang penyamun


Suatu hari Daud pergi menjelajah
Menyusur pesisir pantai yang indah
alangkah baiknya jika digubah
juga dilukis atau pun ditatah


timbullah ilham memberitahukan niat
siapalah kawan yang ambil berat
teringatkan siapa tunak dan hebat
pandai gambar mengkodak kilat


Ada satu kawan yang jauh
Di negeri kata surat dilabuh
Mengguna sampan lekas dikayuh
Semoga surat sampailah keluh


siapakah wujud kawan di kontak
pandai menggambar juga mengkodak
orangnya tinggi tegak dan kacak
bernama Hang Geliga bergelar Tun Kodak



Penggal kedua

Hang geliga bersenjatakan kodak
kodak bukan sembarang kodak
kodak digital hasilnya semarak
pemiliknya juga sudah pun tunak


Hang Geliga sampailah di Karimun
menumpang kapal ikan si Abun
melewati seribu pulau bertamadun
penuhi jemputan Daud si Hang Lamun


Tibalah ia di bumi karimun
Disambut Daud dan kawan serumpun
menikmati prata dan teh tarik cirebon
lalu berkeliling kampong langkah diayun



Penggal Ketiga

sebenarnya ada juga kawan Daud ikut
kawan seperjuangan sesame senggegut
mereka itu orang baik dan penurut
seayun selangkah seiring seangkut


ilham sudah diberitahukan niat
kepada yang mau mengambil berat
mereka juga tunak tak kalah hebat
pandai menggambar mengkodak kilat


Dialah kawan Daud yang dekat
Di negeri al A'azam ianya tersirat
Budak Doesoen Hang kejut sangat
Memainkan Kodaknya sambil besilat


Siapakah wujud kawan di idam
tinggal di Sekampung timah pualam
orangnya semampai senyum semacam
bernama Hang Bentara Luar dan Dalam




Penggal Keempat

ada lagi kawan Daud yang ikut
kawan seperjuangan sesame senggugut
mereka itu orang baik dan penurut
seayun selangkah seiring seangkut


ilham sudah diberitahukan niat
kepada yang mau mengambil berat
yang ini bukan pengkodak tapi hebat
handal bila diajak keluar masuk selat


dialah kawan Daud yang dekat
di negeri al A'azam ianya tersurat
Budak perempuan mahir menyirat
kawan kecik Daud suka bergulat


Siapakah wujud kawan di disigul
tinggal di Setumpok Granit Menyembul
orangnya gemuk suke bersiul
bernama Tun Etot Sebakau Timbul



Penggal Kelima

setelah penat berkeliling-keliling
hasil gambar dikirim ke dunia jejaring
menerusi laman muka buku didamping
hadiah kotak sentuh saudagar ginseng


berkat teknologi canggih ditangan Hang Geliga
setelah berlabuh kembali di negeri Kata
menyebarkan kecantikan keelokan alamnya
Negeri Kharimun al a'zam ke merata dunia


tak lupa terimakasih kami ucapkan
kepada Hang Geliga sudi menyempatkan
datang ke kampung Daud janganlah bosan
di negeri Kharimun al a'zam Riouwiyah Kepulauan



al Fakir
Termakhtub,02 Jumadil Akhir 1432 Hijriah
Inilah Penggal Syair Kisah Daud selesai ditulis
Pada Hari Jumat waktu Malam,Tanggal 06 Mei 2011 Masehi

Sabtu, 26 Maret 2011

"PELANTAR KUSAM Dan AKUARIUM SASTRA Di Kepulauan Riau"

Pelantar Kusam yang ada di Tanjung Pinang merupakan salah satu Akuarium Sastra yang ada di Kepulauan Riau,dan Mungkin masih baru jika kita bandingkan dengan Akuarium Sastra Yang lain tentunya,sebuah pelantar yang menjadi tempat bertelur sastra,yang tidak peduli telur itu dibawa sipetelur sastra dalam proses proses yang tidak terikat dan mengikat,dalam setiap detik,menit,jam,hari,bulan tahun,bahkan sampai bertahun tahun telur itu akan ditelurnya,semua itu tidak terlepas kepada kedewasaan dan rasa sayang serta tanggung jawab akan menelurkan telur itu.


Pelantar kusam juga sebuah lembah oase bagi sigurun,gunung bagi si awan,dan akuarium bagi ikan ikan sastra yang bergumul dan berkumpul menari nari memainkan tarian kata kata menyusuri tiang tiang pancang yang menjulang karya karya terbaiknya,baik buat karyanya sendiri atau pun untuk orang lain serta tidak mengira dapat dinilai oleh sesuatu yang mempertegas di setiap deburan ombak waktu yang ada.


Di Akuarium sastra jika ingin menetaskan sesuatu barangkali ada hal hal yang mesti diperhatikan,menetaskan sudah pasti menempatkan kelembapan,perlindungan dan ancaman dari telur yang tidak bisa bertahan untuk menetas dan menetaskan.


Namun jika pun ingin menetaskan telur itu pastilah ada orang orang yang senantiasa dapat membantunya seiring dan sejalan,jika kita kaitkan dengan berbicara didunia kesehatan apabila ingin menetas membutuhkan bidan bidan yang dapat membantu menetaskan telur telur sastra.


Jadi siapakah bidan itu{penerbit indi,reguler,organisasi,pemerintah},namun untuk menambah eksistensinya lebih baik diperlukan juga seorang bapak{pengamat/kritik sastra,akademisi,organisasi sastra} yang baik pula bagi si ikan agar dapat menjaga telur telur itu,walaupun berbicara sebuah seni dan sastra sekalipun tidak ada yang mengekangnya karena sastra itu tidak bisa di adili.


Nah apapula hubungan pelantar kusam dengan Akuarium sastra di kepulauan Riau,akuarium itu dianalogikan dengan sebuah masyarakat pembaca,peminat,penikmat akan sastra,sudah barang jadi akurium itu sendiri mempunyai batasan batasan tersendiri dalam dunianya walaupun berbicara akan seni semua itu dapat dinikmati oleh semua elemen masyarakat akan tetapi sekali lagi batasan yang dimaksud adalah komunitas atau kelompok tertentu yang membidanginya.


Sehingga keberadaan Akuarium sastra dikepulauan Riau dapat terjaga dan terrawat dengan baik bagi sipetelur,sibidan maupun si bapak,kira kira harapan apa yang bisa diambil dari sebuah perbualan ini,para penggiat pastinya lebih mengetahui apa yang pantas dilakukan untuk kedepan yang lebih baik,jikalau bisa jadikan sebuah akuarium ini lebih besar seperti besarnya Laut,disana ada pelantar,lembah lembah ,gunung gunung pohon dan lain lain.sehingga dapat mendapatkan tempat pada masyarakat pembaca diakuarium akuarium yang lain.


Sepertinya kita sudah mengenal sebuah bait puisi yang dikatakan oleh SUTARDJI CALZOUM BACHRI,"wahai pemuda mana telurmu",maka dari itu bertelurlah.sama ada mau menetas atau tidak tang terpenting saat ini kita sudah bertelur dan bertelur.



Irwanto,Jakarta,Maret,2011

Kamis, 24 Februari 2011

Catatan Buat Rumah Kedua

Barisan sudah diatur yang berbadan kecil dan rendah mengambil posisi berdiri di depan,sedangkan Cenuk berada di barisan belakang karena badannya gempal lagi besar,membuatnya berdiri di belakang bersama si Damhuji dan tidak jauh dari sisi kanannya ada Mudim selalu setiasa berada dekat mereka berdua itu, ia tersenyum lebar menunggu momen jepretan foto bersama seangkatan Madrasah Kampung Gumbang Desa Sepukat mereka anak kelas III yang baru merayakan kelulusan sekolah.


Bagi mereka bertiga sekolah adalah rumah kedua namun sekelumit kisah mereka bertiga sangat banyak kenangan yang dapat di catat bagi seorang penulis pemula sekalipun.namun di sebalik cerita itu kebersamaan mereka tidaklah begitu wah dan penuh dengan liku-liku dunia perkotaan yang dimana setiap ada kelulusan sekolah,siswa lazimnya berkendaraan bermotor dan menyoret-nyoret baju sekolah,akan tetapi keadaan di Madrasah Kampung Gumbang tidaklah demikian.


Pada saat sesi berfoto sang fotografer memutuskan untuk mengulang jepretannya yang ketiga kali,karena momen foto yang di kehendaki sang fotografer semua dalam keadaan rilek dan formal,namun itulah keadaannya bagi si Cenuk,Damhuji dan Mudim berfoto adalah barang langka,mungkin mereka bertiga baru dua kali berfoto,yang pertama waktu mereka ikut sunatan masal di Desanya kebetulan mereka bertiga serempak, saat itu acara di selenggarakan berkat Bapak -Bapak TNI masuk desa kesempatan itu diambilnya sebagai kenangan yang tidak bisa dilupakan sebagai bocah laki- laki yang beranjak dewasa dan sekarang ini adalah kesempatan mereka berfoto untuk yang kedua kalinya.


Namun ada ada saja tingkah mereka si Mudim sebagai contoh pada saat jepretan dia malah menunjuk langit ya itu adalah gayanya yang sudah menjadi kebiasaan,lihat si Damhuji dia malah melipat lengannya seolah olah dialah orang paling hebat dikelasnya begitu juga si Cenuk, dia memiringkan kopiahnya sambil melihat tingkah temannya berdua itu,sontak sang fotograper menegur mereka bertiga,tidak pelak juga Pak Haji Samin Katam,S.Ag selaku kepala sekolah Madarasah dan satu satunya Sarjana Agama yang ada di kampung mereka itu ikut memarahi mereka bertiga.

"Hei mike orang nak jadi Power Rangger,Pahlawan Bertopeng inilah pasal banyak nonton Tivi .biar betul sikit tengok si Aini tu diam aje,is budak-budak ni tak habis-habis",cetus Pak Katam panggilan akrab kepala sekolah mereka yang kebetulan orang Melayu asli di kampungnya yang menjadi guru.

"Oke semue pandangan kedepan senyum satu..due..tige"sang fotografer dadakan yaitu wak Bo memberikan aba-aba,sontak mereka bertiga pun serempak serius dalam sesi berfoto, itupun si Damhuji matanya tidak lari dari pandangan kearah Aini,si Aini anak dari Tok Haji Sangkut yang tinggal di ujung pelantar goyang pengusaha ikan kering dikampung mereka,Tok Haji Sangkut adalah Seorang Mualaf namun budaya dan keluwetan jiwa dagangnya menjadi pemicu keluarga ini lebih mapan.


Setelah sesi berfoto selesai hadirin pun pecah dan larut dalam suasana menjadi hening ketika dilanjutkan acara salam-salaman dimulai dari Aini kebetulan berada paling depan dan berada diujung paling kanan menyalami Pak Katam terus bergilirmenyalami guru-guru yang lain,Buk Senah guru yang paling lama mengabdi di Madrasah itu,terus ada juga Pak Samsudin Tayib atau dipanggil Pakcik Din walaupun beliau pengila mancing namun dia mengajar sebagai guru olah raga dan seni yang ada di Madrasah dah kemudian di lanjutkan keguru guru yang lainnya.


Pada saat giliran mereka bertiga semua guru serentak memberi ucapan dan pesan,sambil mengusap kepala mereka bertiga."Taksangke lulus juga engkau ye,Mudim mudim lepas ni engkau nak jadi Hang Tuah tapi jadilah Hang Tuah yang i rajin Sembahyang dan bisa Azan di Surau ye ",langsung dijawab "Ye Buk,Insyallah"Mudim pun menundukkan kepala di raut matanya hanya tersenyum senyum simpul sambil sesekali menjeling kepada temannya berdua itu.


Lain lagi si Damhuji"Teruskan prestasi ye nak, rajin-rajinlah belajar biar engkau jadi orang yang bergune"Pak Katam memberikan sebaik kata kepada Damhuji,siapa tak kenal Damhuji siswa yang sedikit pintar rata-rata rangking kelas 5 besar posisinya selalu di bawah Aini,namun ada kebiasaan Damhuji yang sedikit tak boleh di contoh saat proses belajar mengajar berlangsung kelakuannya Damhuji sering mengantuk dan tidur di kelas,keadaan ini akibat orang tuanya yang selalu mengajak untuk pergi menggumbang pada malam hari.


Tidak ketinggalan dibelakangnya ada Cenuk menyalami Buk Senah"Engkau tak usah lagi mencuri kueh ibuk yang wirit yasin disurau,pening orang dibuatnya yang dah di kasi tu cukuplah",Cenuk hanya dapat menundukkan kepalanya,di dalam hatinya Cenuk berujar"Eh tau dari mane pulak,Buk Senah ni alamak malunye aku",karena badannya yang gempal lagi besar porsi makannya ikutan besar,mereka bertiga kadang suka ikut membantu ibu ibu wirit di Surau,letak Suraunya tak jauh dari rumah mereka,hanya sekedar membantu dan berharap ada sekeping dua kueh yang enak diberikan kepada mereka bertiga,memang mereka tidak malu untuk ikut membantu ibu ibu disurau itu sekedar mengangkat air minum atau apa.biasanya acara akan selesai menjelang masuk waktu Sholat Ashar,dan saat itulah sepulang mereka selesai melaksanakan Sholat Jumat di Masjid Istoqomah bergegaslah menyusuri kebun-kebun kelapa mengambil jalan singkat menuju ke Surau,rutinitas mereka bertiga ini berkat ide si Cenuk, karena dialah acara makan enak disetiap hari jumat menjadi jadwal untuk perbaikan gizi tambahan mereka.


Waktu pun terus berlangsung akhirnya tiba saatnya acara penutup Setelah tadi sepatah dua kata oleh Guru,Murid dan Wali Murid sudah diawal awal,namun sebelumnya Mudim dengan lantangnya bertanya kepada Pak Katam Kepala Sekolah,sontak semua hadirin terdiam."Ade ape Mudim ape yang engkau nak tanyekan,hadirin semua diam kejap mari kita dengar".lantas Mudim pun berkata walaupun kedua temannya Damhuji dan cenuk sambil menarik ujung baju si Mudim dengan raut sedang binggung,"Assalamu alaikum Warohmatullahi wabaraku,Saye hendak betanye Pak Katam",Damhuji memandangi Mudim dengan raut masih bertanya tanya,"Walaikum salam warohmatullahi wabarakatuh,,Ape die Dim,silekan",sambil menunjuk tangan ke langit Mudim tidak ragu ragu untuk berkata"Pak saye ade satu keinginan,bolehkah kami membuat surat kaleng,,eh maaf surat atau penggal catatan dikertas mengenai harapan kami terhadap sekolah kita yang tercinta ini,akan tetapi surat itu dibaca besok setelah kami semua tidak berada disini lagi","Hmm,Baiklah ide bagus tu,tapi jangan lupe tulis nama,kami pegang rahasia",maka setujulah hadirin tentang ide dan maksud si Mudim itu.


Damhuji adalah orang yang pertama menarik Mudim agak kebelakang,sedangkan si Cenuk masih tak faham akan maksudnya kenapa melakukan hal seperti itu.tapi Damhuji sudah tertawa tawa duluan jangan jangan Si Mudim sudah merencanakan sesuatu yang belum diketahui oleh teman temannya itu.Mudim pun berujar"Hei,,apelagi tulis ape yang menjadi harapan buat sekolah ni,kalau aku dah ade ni !!,dalam kepala hotak aku,hahaha",mereka bertiga langsung tertawa,saat itu semua murid menulis harapan dan kesan di secarik kertas dan dikumpulkan ke meja Pak Katam.


Selesai sudah acara pelepasan anak kelas tiga Madrasah di sekolah mereka bertiga,esok harinya para majelis guru berkumpul bersama tak lain dan tak bukan sebab ulah si Mudim maka guru guru masih ditinggalkan pekerjaan rumah bagi mantan siswanya,"Mari bapak-bapak,Ibu -Ibu sekalian,kita membuka catatan ini semoga menjadi sesuatu yang berguna buat kita semua",sebenarnya selama pelepasan siswa disetiap tahunnya belum ada siswa yang melakukan hal semacam ini,baru angkatan mereka bertiga inilah,semua guru telah membaca dan menyimak satu persatu catatan yang di tulis oleh seluruh siswa itu.


Namun dari semua catatan yang sudah dibaca ada catatan yang menjadi perhatian semua guru,catatan itu tidak lain dan tidak bukan adalah catatan yang ditulis oleh Mudim,Pak Katam pun membacanya keras keras dihadirin semua majelis Guru"Kepada Ibu Bapak Guru yang saya hormati,keinginan saya adalah semoga di Madrasah yang tercinta ini kelak Mushola segera terbangun,dan tidak susah susah kami berlari pergi ke Surau sane",belum selesai pak Katam membaca surat si Mudim para majelis guru bergumam"Tak sangke budak ni disuruh Azan mengelak,sering buat gaduh bila sembahyang,tapi terpikir juga tentang Mushola kita,ye Pak Katam"cetus Buk Senah.


Lalu Pak Katam melanjutkan lagi membaca catatan Mudim"Kelak jika dah tebangun,dapatlah anak -anak madrasah untukt melantunkan suara suara yang mantap bile sudah waktunya buat Adzan dan yang terpenting jangan lupa Mushola itu dapat di gunakan Ibu-Ibu Wirit masyarakat sekitar dapatlah kawan saye Damhuji dan Cenuk membantunya,hehehe,,trimakasih Pak Katam,Wasallam",sontak semua majelis Guru tertawa,tak pelak Pak Katam yang susah melihatnya tertawa dia tertawa juga sambil mengusap air matanya,melihat gelagat murid muridnya yang paling susah diatur seperti Mudim siswa berangking paling rendah dari 15 bersaudara dikelasnya.namun itulah dia sebuah catatan singkat bagi Mudim yang bisa diberikan buat rumah kedua mereka bertiga,





al Katam(selesai).
Oleh : Irwanto/Mei2011
@@@@@@@@



NB:Adapun menggumbang itu rutinitas nelayan dikampung mereka,Gumbang adalah sejenis pukat atau jaring yang bermata kecil dipasang di laut khusus untuk menangkap udang dan ikan-ikan kecil lainnya,maklum saja kampung mereka terkenal akan udang dan ikan Timah yang lezat itu.