Selasa, 09 Agustus 2011

”Perahu layar ku Laju Sepantas Angin ”

Wak Koreng sedang berdiri tegak di tepi jalan kampung tua,terlihat jelas pokok kayu ara yang berdiri sama hidup segan mati tak mau itu manjadi saksi jalan protokol dikampung sepantas angin,tapi kononnyea belanda sering bertamu di kampung tak seberapa ini,begitu juga dengan orang Inggris pernah duduk ngopi sekejap di kedai kopi Acai pemilik saham tunggal turun temurun yang telah bernastautin di simpang tepekong cina.

Kampung Sepantas Angin adalah kampung yang di diami oleh orang pribumi Melayu,walau keragaman berbilang suku juga memberi warna masyarakat tempatan,rupanya Daud juga kebagian jatah untuk bertandang juga disini, ada tugas khusus yang mesti dijalani dan sangat rahasia ianya amanat langsung dari Raja Muda.

Ketika arus selat di Ulu Riau sudah terasa menduyun,lepaslah pandangan selat pisang bertembunglah pulau combol,lunas sampan layar yang di kemudikan Daud seorang diri itu tampak menepikan gelombang yang teduh, memberikan bias cahaya dan tempias cemas dari sinar matahari yang gagah,rasanya kampung ini sudah beberapa kali ia datangi namun dalam lamunan benak hatinya masih terngiang ngian akan kesan mendalam rentak joget dangkung,harumnya deretan kedai kopi,jong jong inai Wak Lukah,batu sebunting,keramatnya gunung sulit,lezatnya pelanduk panggang dan masih banyak lagi rindu semalam itu untuk di bingkas di benak Daud.

Tugas Daud kali ini sebenarnya sederhana saja namun memerlukan kepercayaan yang tinggi,maklum saja kedatangan Daud ke kampung sepantas angin ini mesti bertemu dengan Tok Itam,beliau adalah tok Bomoh yang tersisa waris langsung dari silsilah anak beranak persatuan perbomohan di kampung ini,Ayahanda dari Tuan Raja Muda pun mengenal beliau,

Daud telah memegang sebuah surat amanat itu yang mesti diberikan langsung oleh Tok Bomoh tanpa perantara,maka setibanya Daud datang berdiri tegak dipintu rumah dengan bahasa yang santun lagi menuntun diseraknya serapal sepenggal dua penggal tak lupa ucapkan salam,seperti biasa kadang tok bomoh ini memang mempunyai ilmu seperti orang hebat jikalau kita kaitkan dengan dunia maya sekarang sebutan”Mbah Google”,macam tau aje kedatangan kita sudah di searching terlebih dahulu agaknya dan langsung mucul ape yang hendak kita cari,ah sudahlah tiba-tiba,
''Walaikum salam,jemput masuk ananda,engkau budak si pengantar surat kerajaan ya'''jawab Tok Bomoh memecah siang tegak.

Air ludah di telannya pelan-pelan jika bertembung dengan Tok Bomoh ada sedikit hawa atau aura yang lain,ketimbang bertemu dengan orang Belanda atau Inggris,berbicara dengannya serasa sedang berpuisi atau membaca sajak dan mantra mantra,sesuatu yang lazim di khazanah sekotah kampung orang Melayu disini,bagi Daud sudah tidak menjadi perkara yang tak biasa maklumlah dia ini ada juga dahulu ada sebarang penyakit lama yang masih tersisa katanya ia ingin menjadi pujangga atau sastrawan sewaktu duduk dibangku sekolah dahulu.

Tanpa usul periksa Tok Bomoh langsung bertanya
"Mana dia surat yang ingin engkau hantarkan anak muda" katanya.
Secebis surat berwarna putih kusam itu sudahpun dicap batu oleh Raja Muda dikoyaknya,tak berapa lama diambilnya sebentuk barang dan dijampi-jampinya kemudian dibungkusnya menggunakan kain kuning,didepan muka Daud Tok Itam Berpesan,
''Sampaikan salam dari hamba,buat tuanku Raja Muda sehat sejahtera selalu,sudah hamba tunaikan permintaan Tuan ,Pukau Negeri Sepantas Angin,semoga Kapal Layar Tualang Tiga dapat pantas sepantas angin.lillah''.
Amanat itu dipegangnya kemat-kemat disimpan di kepala hotak si Daud,rupanya pertandingan sampan layar di negeri setumpah lada ini masih jauh lagi dari jatuh anak bulannya,namun usaha untuk mempertahankan kejuaraan sampan layar menjadi fenomena yang lain,barulah aku tahu maksud kedatangan di kampung sepantas angin ini ianya tak lain dan tak bukan mencari sesuatu atau ilmu pendamping untuk utusan kapal layar kerajaan yang di perlumbakan,rasanya dari pihak kerajaan pun tak mau kalah dan memang usaha untuk mengalahkan pesaing pesaing dari negeri tetangga lainnya sudahpun dipersiapkan jauh hari lagi,wallahualam.

Matahari sudah condong dari tegaknya,Daud pun berundur diri bersurailah mereka itu,tak pelak lagi suara azan dari surau lamat lamat menusuk gendang telinga,dalam hati Daud berujar
''Tugas aku kali ini lain macam aje,nak minta ampunlah pasal aku dah tahu,kalau belum tahu lain kisah'',langkah kaki sepantas macam lipas kodong bedesus punggung Daud tak nampak lalu.
###

Oleh : Irwanto