Jumat, 28 Oktober 2011

"Pulau Berhala, Mengingatkan Akan Cogan Pusaka"

Bicara kepulauan di negeri ini,maka kita akan mengenal istilah indo - melayu istilah sebutan priode klasik antara abad 7 dan 15 M, disana ada Hindu dan Budha berperan menatap kepulauan muasal pulau kita nun jauh kebelakang, Alfred Rusesel Wallace juga Antropologi Inggris memaparkan bahwa Sumatra termasuk kedalam Kepulauan Melayu atau istilah lain saat ini dinamakan menjadi Kepulauan Nusantara, lalu ada pula yang menyebut tanah ini dengan sebutan "Pulau Emas", orang india utara juga mengenalkan muasal tempat tinggal moyang kita dahulu dengan istilah'"suvarnadipa', orang tamil juga tak mau ketinggalan "javaka" mereka menyebutnya, dan yang pasti apapun sebutannya disana tentunya ada orang-orang Melayu.


Sriwijaya dengan sederatan nama besar dibelakangnya masih menaruh ziarah kepada orang melayu dan tentunya masih menjadi mahkota berpualam di tatapan bathin para raja-raja ketika itu,karena ada jantung hati yang menuai padi bukit siguntang, lalu jambi pun melebar rindu menapak dipangkuan pulau emas itu,ya ada pulau Bangka juga menapak dekat dan tentunya kerinduan pasti ada pada berhala yang mengecap rasa.


Lalu apakah ada hubungan Sumatera dengan Pulau Berhala? Apakah hanya Alkisah atau hikayat semata ?, kita ketahui dipastikan sejak berabad-abad lamanya ia ikut serta menonton puisi zaman dengan epos zaman berzaman , seperti hardisk komputer yang senantiasa menyala, disana ada populasi yang senantiasa membentangkan peta corpus melayu, naskah-naskah kuno yang terserap para penduduk pribumi menjadi sebuah alasan yang ranggi untuk ditenung-tenung apakah aku, kau atau mereka memiliki batas atau keterbatasan menidurkan pulau yang lagi naik darah ini.


Raja-raja melayu sudah pasti mengenal betul rahim suaka ini, keterikatan itu pasti menjadi memorial atas istana sentrik tentunya,Riau-Lingga-Johor menjadi awam mendengar cerita zam alakazam daerah parutnya ini.dan saudara se-Semenanjung Melayu juga ada kuadapan yang memapah Melaka dengan Kingdomnya, ya ada Raja dan Rakyat dengan kearifan dan daerah warisnya yang bermarwah lagi berbilang kaum itu.


Mungkin tanggapan yang di tulis Yusmar Yusuf dalam bukunya Juwita Melayu ada sedikit yang memberikan kearifan siulan sekedar tanya jawab ia memaparkan sejak masa kerajaan Riau-Lingga-Johor saja sudah adanya penguasaan akan harta karun, imbuhnya "siapa yang menguasai sumber timah, dia akan menjadi kerajaan yang kuat dan disegani", berarti negeri-negeri yang memiliki timbunan hasil alam yang melimpah wah, masih menjadi bual-bualan rindu adanya kekuasaan, atau mungkin ia masih berbentuk harta karun atau harta marwah ?, agaknya sejak jaman para Raja-raja hingga ke jaman Yong Dolah tokoh hikayat dari Bengkalis,Riau itu yang mungkin saat ini sudah memakai handpone sekalipun, apakah cerita itu memang masih terus diulang-ulang ?.


Untuk itu atas nama kerinduan akan hamparan pulau ini ,apakah kita harus bertemu dengan Keresidenan Riouw dan bertemu dengan nenek moyang kita yang hidup di tahun 1899, atau kita mengintip para kolonial belanda dan inggris yang memancung tanah ini dengan Mantra Sakti 1824,1826 dan 1828 nya, atau kita bertemu dengan orang-orang kalah yang mengibas-ngibaskan bendera kecil ketika Datuk Suaka di Daerah Supralokal ibukota bernama Indonesia saat ini, pada tahun 50-an yang memindahkan kertas kerja Riau bernama pulau ke Riau daratan, mungkin di sana ada kunci dan berangkas yang berisi selembar kertas atau suaka yang mengenang.


Sekali lagi jika masih sempat berandai-andai, tidak ada salahnya kita menanyakan tuan tabib sejarah yang tersisa saat ini di kampung kita Kepulauan Riau, ada Tuan Aswandi Sahri yang kenal betul dengan lembaran ziarah sejarahnya, dengan kata lain jangan lupa juga dapat menghadirkan dengan dongak kepala untuk Tuan Politikus Maknyus yang tak mau saya sebutkan namanya harap maklum, kerja-kerja negosiasi sudah kelat terjadi begitu lama, orang-orang kita katanya piawai dan tunak bernegosiasi atau "Berunding" bahasa kampungnya, kalau tak percaya Tuah yang sudahpun menancapkan kerisnya dengan berdarah sekalipun menyempatkan untuk berunding kepada Jebat.


Belum ada kata terlambat, sebelum bercekau-cekau dengan bunyi talibun yang sumbang, dengan nada yang terus sumbang itu lalu puaka pun datang menari-nari bersama tepuk dan hentak kaki, kitapun terus naik ke alam irama dayu yang jahanam, berzapin ria dengan kayuh orang kalah perang, maka Datuk Suaka yang tidak bertanggung jawab itu menunggak kamr bersama telunjuknya yang sakti lagi mandra guna itu mereka akan menenggelamkan mabuk .


Pulau Berhala
negeri ini berendam laut
bertebing selat berhamparan pulau
engkau jinak di suaka tanah bunda
kisah mu mengingatkan aku pada Cogan pusaka
dan ianya terus bermimpi kembali


al Fakir
Irwanto
Jln Tanah Merdeka,jakarta 1 Oktober 2011.