Minggu, 22 Juli 2012

Mufakat Yang Duabelas

Bila menyebut kata taman maka yang terbesit dilingkar kepala, kita akan divisualisasikan rupa-rupa yang indah-indah. Untuk menjemput keindahan yang ada didalamnya kita butuh saluran untuk mencapainya, Sederhananya saluran tersebut merupakan sebuah kerja-kerja akan seni, tanpa kasat mata tujuan orang melakukan kegiatan seni sejatinya untuk menghadirkan sebuah keindahan.

Perlunya menjemput keindahan yang sebati di laman bermain kolektif , semisal bagi orang-orang Melayu lazimnya bertaburkan akan simbol-simbol yang berpunca laman bermainnya dan mustahak untuk dijemput, jemputan itu disambut dan hendaknya terus digesa menantang gempuran penjuru mata angin globalisasi yang terus menerjang, karena apa, arah mata angin yang satu ini memberi ketakutan tersindiri.

Dalam menjemput misi kesejahteraan yang berorientasikan pembangunan, ianya memberikan kontribusi yang nyata dan dapat dirasa disekitar kita, lihat saja wujudnya gedung gedung , fasilitas jalan, pertokoan dan lain semacamnya, tabiat membangun yang masih ranum diingatan kita dan entah berapa kali pulau yang satu ini menjadi buah bibir orang, Pulau Dompak, ianya akan menjadi sebuah pusat pemerintahan Kepulauan Riau yang akan disulap menjadi bangunan yang dahsyat dan tak kalah seperti negeri tetangga, biarlah orang senantiasa membicarakannya semoga Pulau tersebut Bertuah dan terus menemukan tuahnya.


Persoalan membangun maka didukung dengan adanya ketersediaan aspek finansialnya, karena jaman sekarang yang kita anggap berduit dan dapat membangun adalah pemerintah, karena memang mereka yang berduit dan ditugaskan mengurus duit rakyat. kalau para pengusaha sewasta, Toke balak , konglimerat dan lain sebagainya. Bilamana dahulu pemerintah yang kita maksud ianya masih berbentuk kerajaan, sejak dahulu lagi pemerintah dan orang kaya/datuk kaya bersama-sama berkongsi memajukan negeri. Berada di jaman kekinian orang-orang kaya yang ada pun kiranya masih memegang amanah yang tak tersirat itu .


Membangun simbol simbol yang sejalan dengan larian tradisi dibutuhkan kekompakan persamaan maksud dan tujuan, dalam menjemput diaspora arsitektur bangunan misalnya, Simbol Ke-Melayu-an , upaya serta dukungan untuk terus menggemburkan tanah dan menyiraminya diperlukan kesadaran dari berbagai pihak. Mungkin upaya kerja seni tersebut kiranya dapat membuka kembali kesepakatan yang berlaku di Negeri Segantang Lada ini. Dan sebenarnya sudah difikirkan oleh para pensyarah kebudayan dan peneliti yang ada, misalnya Mufakat Dua Belas, Kebudayaan Melayu Antara Lembaga Adat Melayu Provinsi kepulauan Riau dan Provinsi Riau yang ditandatangani oleh Gubernur kedua Provinsi tersebut mungkin masih segar diingatan kita.


Mengutip Mufakat Dua Belas itu, penulis tertarik dengan pasal yang keempat: “Akan terus dilakukan upaya-upaya untuk menggalakkan dinamika pencarian dan penggalian dan menemukan simbol-simbol dan jati-diri kemelayuan di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau sebagai bagian dari penafsiran dan daya-upaya mencari kebaruan-kebaruan serta kesamaan-kesamaan kebudayaan yang terus-menerus di kedua wilayah sesuai dengan semangat zamannya”.


Itulah pagar yang dipaku bersebelahan dengan tanaman yang ada ditaman yang indah-indah. Untuk menikmatinya manusia dikenal arif mengaktualisasikan kerja-kerja itu sehingga membentuk sebuah pintu yang senantiasa terbuka dan ianya disebut tradisi. Konsep penikmat atas kearifan itu tak ada salahnya kita tujukan kepada salah satu kelompok sosial yang satu ini, ya kalangan seniman dan budayawan, karena tanpa sadar dengan leguh legahnya mereka menjadi titik tumpu berlari dan terus berlari menuju larian tradisi yang entah kemana ujung pangkalnya.


Penggalian larian itu terus digali dan diperlukan dukungan oleh semua pihak, karna mengembangkan dan mengekalkan (melestarikan) seni-budaya Melayu Kepulauan Riau khususnya akan terus sama-sama dicari formulanya dan bersebati dengan air muka laman bermainnya. kira-kira siapa lagi yang hendak membantu berlari di larian tradisinya menemukan hala yang berpunca ?.


Jermat
Tanjungpinang, Juni 2012

Rabu, 04 Juli 2012

Menakar Ulang Tatahan Kita

"Hari ini yang aku anggap berduit hanya pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai modal dan dipercayakan mengurus negeri ini, hendak bergantung dengan orang kaya yang ada di negeri ini, nanti dulu”. Begitulah perbualan Tok kawan menyambut pertanyaan Daud anak saudara saya itu di akun facebooknya semalam.

Membangun negeri adalah salah satu kertas kerja pemerintah, membangun disini bukan berbentuk fisik saja namun non fisik seperti Sumber Daya Manusianya, banyak kerenah yang ada dalam hal ehwal membangun, siapa yang tak mau melihat kampong atau negerinya maju, apalagi kampung Daud yang tak seberapa hebat itu, memajukan negeri disektor paling penting hendaknya memiliki satu kesatuan tema, tak payahlah kita tau banyak tentang itu, kita percayakan kepada para petinggi-petinggi yang duduk disana mungkin berkedut kedut kening difikirkannya.

Kembali ke laman bermain membangun, pembangunan yang baik dengan ketersedian modal usaha dan investasi, memiliki kesesuaian dan hubungan yang baik diantara, namun dari sekian banyak teori tentu saja jangan kita melupakan, membangun berlandasakan laman bermain berkebudayaan, biarlah orang menuduh kita dengan sebutan norak atau bahasa ilmiahnya Konservatif, hahaha yang ini saya tertawa. karena apa, kalau tak norak nanti kita ditinggal peradaban itu kata Tok kawan.

Meneropong pembangunan yang ada di kampung Daud, semisal yang lagi naik daun Pulau Dompak yang akan disulap menjadi pusat perkantoran Pemerintahan Provinsi Kepri.(Kepulauan Riau), semoga berjalan lancar tanpa kendala, Amin, Ya di maklumkan provinsi yang masih tergolong di bawah 10 tahun terakhir tengah giat giatnya membangun. Jangankan pemerintah sektor sektor swasta pun ikut berbagi membangun, kalau bisa saya beri contoh Ruko alias Rumah Toko menjamur bak cendawan disiang bolong eh salah pagi buta, Batam yang paling kita ingat kalau kita menyebut kata kunci ini, hehe , dahsyatnya jika penjamuran Ruko tersebut dapat kita titipkan sentuhan kecil bernafaskan kearifan lokal dimana ia bertapak, tinggal dipoles sedikit alangkah indahnya negeri ini.

Mengkerucut sedikit, membangun rumah atau ragamnya, secara kasat mata memang diperlukan ilmu dan pengalaman menatah atau mengukir, masih ingat saya anak saudara saya itu Daud pernah membaca sebuah tulisan sebuah rumah lama di Desa Kelarik , Bunguran Barat, dahulunya milik Datuk Orang Kaya. Ya rumah adalah saksi bisu dari tiap episode persinggahan zaman , macam betul saja anak saudara saya itu kalau bercakap hahaha.

Melihat rumah tradisional lama itu tak akan habis kita ceritakan, ianya banyak menyimpan khazanah dan kearifan lokalnya. Di dunia pertatahan ukir kayu disalah satu negeri Melayu ini, takkan habis kita bualkan, namun fenomena yang perlu kita garis bawahi, semangkin banyaknya orang -orang yang berkepentingan membangun dengan rempuhan globalisasi diikuti paham berdefenisikan modernitas, tak jarang orangg terkadang lalai dan memiliki penyakit lupa. karna tak jarang kita tidak mendefenisikan membangun dengan hati, maksud saya mendirikan bangunan dengan hati Melayu, semisal motif dan ukir Melayu.

Kalau bisa saya berharap, tak banyak sikit pun jadi, kalau tak ada sama sekali, tepuk dada tanya selera,yang ini saya diam saja. karna apa jika nak membangun bangunan bahan mentahnya kita akan bergantung dengan hutan yang tak seberapa itu, kayu maksud saya. Sekarang tidak sembarang ditebang kalau ditebang padah akibatnya, hendak mengaharapkan tukang kayu generasinya dah tak ada. tak jarang untuk mensiasatinya bahan bakunya pun sudah beralih ke media yang lain. tak ada rotan akar pun jadi, hendaknya sebutan ini dimaksimalkan sebaik mungkin, Daud anak saudara saya itu pun mengangguk tanda setuju.

Menilik arti dan motif ukir Melayu, Lebah Bersenggayut, atau Tunjuk Langit misalnya mengandung pemaknaan yang dahsyat terlahir dengan endapaan pemaknaan yang panjang, hendaknya kalaupun susah membangun dengan diorama bangunan Melayu, paling tidak kita menempatkan nama-nama rumah adat itu di laman bermain kita sehari-hari, sehingga generasi penerus kita pun tahu dan tak kena tipu-tipu hehe.

Untuk itu sekali lagi saya tetap menganggap pemerintah yang berduit, bukan saja mentahnya namun regulasinya yang dapat memberikan terwujudnya marwah itu, dengan regulasi yang konsisten telah menjadi kontrol sosial, nak mengharapkan seniman dan organisasi yang terkait ujung-ujungnya regulasi juga akhirnya. mendahulukan orang yang berduit baik pemerintah atau orang orang kaya lainnya, harapan terakhir kita hendaknya dimulai dari pemerintah , bangunan perkantoran, museum-museum yang ada dan bangunan publik lainnya, secara tak langsung bangunan itu telah menjadi dokumentasi yang diam tapi menceritakan.

membangun negeri siapa lagi yang perduli, defenisi membangun menjulang zaman bukan sekedar santun dan berbudi bahasa saja, namun hendaknya diikuti membangun simbol kebudayaan yang kuat, karena simbol kebudayan adalah marwah, ia akan dipertontonkan anak cucu kita kelak bersama marwah zuriat, tuah dan asalnya.

Jakarta, Juli 2012.

Jumat, 11 Mei 2012

Andai Aku Nelayan Tua

tak berkasut
aku terpaut larian mekar laut
dipersimpangan mercusuar ini
kuberi layar
biar dapat kaki menari
lari dan lari pulang dan pergi


tali temali
bintik bintang
landai tikam
suluh kemudi
buih berserambi
musim berganti kelamin


oh..perabung rumahku yang calar
dihintip camar tua
bersumbat damar, obor dan kain kumal
ku tunggu engkau
di magrib setiap persinggahan ingin




{d}. Mei 2012

Rabu, 25 April 2012

Pekak, Iklan dan Sepak Bola

Musim bola seperti malam ini, semangnya dalam lubuk hati yang paling dalam Daud memang ingin sekali menghidap penyakit Pekak, pasalnya sudah menjadi tradisi, Tok kawan selaku orang yang telah dituakan dirumahnya akan menugaskan Daud untuk membeli Yang Hitam, bukan arang bakar atau abu gosok, tapi sebungkus gula dan kopi, tapi tabiat itu dibuangnya jauh-jauh, jangan sampai tidak ditunaikan anggapannya akan menjadi malapetaka, berdosa jika kita tidak membantu orang tua, itulah Daud yang tak seberapa hebat itu, sedara saya itu macam manapun sedaya upaya akan ditunaikannya, walau mata ngantuk, penyakit malas kukangnya lagi menjangkit apapun itu, sekali lagi itulah Daud memang anak yang baik berbakti kepada yang tua.



Rumah Haji Sangkut, TV 29 inci buatan jepang itu menjadi saksi warga kampung, begitu juga mereka berdua, pentas laga yang bergensi se Eropa itu menjadi pertandingan yang wajib ditonton para pecinta bola, semula sebelum acara berlangsung kiranya penonton disuguhkan iklan-iklan yang bergilir, bukan saja iklan tapi, diantara penonton.



"Kita percayakan saja sama pemerintah pusat" pekik seseorang. Dialah Wak Sikut, baru saja pulang kampung, selama ini beliau merantau jauh kenegeri jajahan Belanda itu, Berbicara transportasi masal dinegeri bekas jajahan Belanda ini, katanya lantang mengkisahkan beragam cerita bahkan pemahaman yang multi tafsir bahkan multi dimensi, kiranya orang-orang yang banyak menumpuk hingga tumplek menjadi satu, sudah pasti memiliki perbendaharaan para cerdik pandai, begitu juga sarana dan prasarana yang mendukung. sehingga semua itu dapat berfikir keras dan mencari jalan keluar atau minimal mengurangi dampaknya, tapi itulah potret negeri ini, kata orang yang tinggal di belakang singapura "habok".



Kemudian beragam pembicaran misalnya ada politisi yang ditunjuk untuk memimpin pemain senior sepakbola negeri ini, yang lain dan tak bukan masih keluarga besar PSSI, disana sini protes berdatangan, katanya alangkah lebih baik dipimpin oleh orang yang tak ada sangkut pautnya dengan politik, apa mau dikata , bola menjadi salah satu kenderaan yang baik ketika ini untuk melaju kehadapan, entah melaju kemana agaknya, sudahlah mari kita sekali percayakan kepada orang yang telah ditunjuk.


Daud dan Ramli yang mendengar diam seribu bahasa, katanya " ini kelas berat, macam kita Ramli tak dapat nak gaya", lalu lampu pun mati, nampaknya belum selesai kita bicara soal masalah transportasi yang entah kapan selesainya, PLN pun masih memberikan penerangan bergilir, bukan pemadaman bergilir seperti informasi petugas radio lazimnya itu.


Wak Sikut tampak berang, tapi apa dikata Haji Sangkut satu-satunya orang yang memiliki TV dikampung ini gratis lagi, mari kita berdoa semoga Haji Sangkut diberikan kemakmuran lebih membantu yang lemah, dijauhkan malapetaka, dapat memperbaiki Gengset (mesin listrik) supaya dapat menyala lagi. karena apa jika orang-orang kampung berdoa dan mendoakan kebaikan Tuan yang punya kemampuan, insyaallah diberikan kemudahan, jika kedua belah pihak tidak saling mendoakan . banyak memaki hamun dan saling menyalahkan dan no action, alamat kapal akan tenggelam ye tak Daud, kata Ramli bukan saya ye Tok.



{d}april 2012

Selasa, 03 April 2012

SAJAK-SAJAK INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK MENGENANG AYAHANDA HASAN JUNUS

SAJAK-SAJAK INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK MENGENANG AYAHANDA HJ, KARENA BEBERAPA KARYAKU YANG MERASUK DERAS DIINPIRASIKU.
(I)

Pujangga Riau Gerbang abad 21
lambaian kuning gadingmu memetik kata meyulam rindu
talkin kehilir kehulu pun tidak
bersama samudra yang menelurkan telaga siul dan bunyi
diujung alir dawat marhum ketapang
bersendikan penggubah Gurindam Dua Belas
engkau pun tak sudah bertepuk tawar di Hulu Riaow.

{d}.Kepulauan Riau, 18 Januari 2011


(II)
Tiung Sri Gading

Ketertarikanku pada tanah
kuwakilkan pada kerja akar

kugapai awan
kuwakilkan pada pucuk daun

kujemput setia
kuwakilkan pada ranting

kurindu badai
kuwakilkan pada batang

kuingat engkau
kuwakilkan pada Tiung
yang hinggap dipohon engkau
membawa kain kuning gading ke pusara zaman .
Al -Fatihah


Catatan:
Depok, 01 April 2012
Ku dedikasikan Sajak untuk Pujangga Riau dan Kepulauan Riau ,Alm Raja Hasan Junus (HJ).

Sajak Bisu

Sajak Bisu
Oleh: Irwanto

bisakah engkau membisukan laut
agar riak riak alun gelombang ini tak mendengar kedatangan ku kali ini
beberapa detik yang lalu, wajah ku telah bersempadan dengan tepian pantai
dan saat itu juga kakiku ini berlari lari kecil menuju pasang surut syarat Mu

{d}Tanjungbatu, 2010

Jumat, 30 Maret 2012

Zapin da Lelaki Nol


Zapin dan Lelaki Nol
Oleh : irwanto
beberapa detik yang lalu kebekuan ini telah usai
mari kita serentak membawa tumbuh batu
engkau lelaki cadangan yang menari
di putaran zafana menekuk mata sekandang siku
puan..!
berlarilah paling timur.

{d}.Pekanbaru,2012

Rabu, 28 Maret 2012

Sahabat karibku dan Pagar Besi di Senanyan nanti

Hujan telah reda antrian bus menuju Kampus Salemba menjadi lautan simpatiasan orang-orang minyak, kami menyebutnya, bukan sejenis kolor hijau atau apalah, dideretan parkiran sepeda, Pakcik diajak seorang teman untuk ikut berdemo di senayan tadi sore, dan esok hari merupakan hari puncaknya. Almamater kami sama-sama bersetatus mahasiwa di Universitas Indonesia yang katanya nauzubillah itu, seorang budak pesisir Sumatra timur berkilah, mengajak Pakcik dengan sunguh-sungguh.


Sahabat karib pakcik sebenarnya merupakan salah satu orang yang setuju dengan adanya kenaikan harga BBM awal April nanti, berbanding terbalik dengan cita-cita mahasiswa lainnya. akan tetapi pakcik salut dengan dia, karena dalam hatinya ia ingin sekali ikut ke senayan untuk memegang pintu , menggoyang--goyangan pagar besi, apalagi pada saat yang bersamaan dirinya difoto, maklum atraksi yang katanya anarkis itu merupakan trends masa kini.

Jauh sebelum itu latar belakang pakcik mungkin sahabat karib itu belum mengenal lebih jauh, terkesan sombong dalam hatinya, tak apalah kan masa lalu, padahal dahulu juga ia sama seperti mereka namun dalam ruang waktu dan zaman yang berbeda.

Pakcik pernah menjadi ketua dari segerombolan beralmamater kaum intelektual atau organisasi tanpa partai, hanya dua minibus sahaja,tak banyak 30 orang cukup menguras beras 10 kg di warung tenda, sebelum selesai pakcik bercerita ia beraggapan tabiat demo adalah solusi masalalu dan masa kini, Pakcik menambahkan , tabiat yang disebutkannya tadi itu sama juga dengan membuang hajat, ya betul membuang hajat untuk orang banyak.


Tanpa disadari berdemo itu sama dengan membuang hajat ,ada kemiripan dengan sastrawan yang sedang berpuisi, bukan hanya teatrikal atau monolog, namun kitalah sang aktor film yang dari perfilemman tabiat berdemo itu, sejuta cerita sejuta makna dan wajah kaum intelektual yang semangkin beragam, jangan engkau menuding sang (aku) atau pakcik tak pro kepada rakyat atau menunda-nunda kontra kepada wakil rakyat.


Jalan-jalan protokol atau gang sempit ramai semakin menjadi lautan jaket-jaket almamater, mengibas ngibas umbul umbul dari paksi ke(aku)an organisasinya, jangan engkau menuduh aku kaum intelektual yang pengecut, atau Tomcat yang sedang naik daun tahun ini, percayalah akulah itu (Tomcat) atau (Iwak Peyek) yang gemar dikunyah rakyat saat menonton televisi adem ayem tersusun rapi, kita dituntut untuk berwajah pendidikan serta berlagak kaum intelektual masa depan, walau ke(aku)an engkau atau aku adalah dua hal yang berbeda, masa lalu terlalu romantis untuk kuceritakan padamu, sahabat karibku.



Kampus UI Depok.28 Maret 2012

Senin, 26 Maret 2012

Tajuk Serentang Hala

Tajuk Serentang Hala
Oleh: Irwanto

Sepasukan gelombang gelombang mengantarkan ganjil menyudut di sepangkalan rimba, sejak belanak, cucut dan todak jatuh ke tanah, masa lalu berputik tulang
lenyaplah dan kita lupa menuliskannya menjadi sajak sajak, pegon tua inipun melepaskan huruf-hurufnya sendiri, dan nasib sekujur tubuhmu gundul bersama cericit musim panen dan lukis batu

{d}.19 Maret 2012/Tanjungpinang

Sabtu, 24 Maret 2012

Tajuk

Tajuk
Oleh : Irwanto

Aku berpacu hanyut pulang pergi ke Leiden dan bertemu aib di Formosa
Palmeral pun menjadi tukang timbo yang membuang Laut
sesekali menguras dangkal fasifik kita
bermimpi Venesia yang timur
hingga berganti dayung di arung sayang
kemudi kemudi pun dijemput diarak musim
lantas, kapan kau tulis janji kita setinggi bukit batu.



{d}. Tanjungpinang,10 Februari 2012

Rabu, 21 Maret 2012

Orang Orang Minyak

aku beradab menjadi orang minyak
di kampungku terhampar pemandianku
jika aku tersesat dihutan pun dirimba raya kiri dan kananku
semua itu adalah bedak dan lantaiku


berkat kerja keras musim panen tahun nanti
hitam ini adalah keniscayaan
yang mesti ku parut di batang-batang kayu tunggul batu
aku pernah terkubur ratusan tahun
menatap tumbuh Candi Muara Takus
menusunnya satu satu menjadi almanak bisu


di segala simpang ini, tiap lekuk, ceruk dan muara mu tak dikenal lagi
kupendam segala peta, aku ingin keluar dari rimba tajuk segala hala
berpanggul keterasingan kini engkau berkabar tentang sesosok pondok cinta


sudah bertahun-tahun lamanya aku ikut dengan mu
akhirnya aku keluar dari persembunyian ini
inilah saatnyaku akan membuat huru hara dikampungku sendiri
selama ini sudah letih aku menunggu saat-saat yang pas menjadi buah bibir orang
tubuh ku masih berlinyang dan legam berkat bertapa di bekas lubang harimau
kini tenggorokanku ingin mengaum, sekuat harimau Sumatera terakhir



{d} Kepulauan Riau, (at,Lion Air JT 0377.TNJ-JKT/2012)

Jumat, 09 Maret 2012

"Redefenisi Kesantunan Dalam Dominasi Bahasa Diluar Bahasa Melayu Riau"

Pekanbaru yang dahulunya merupakan sebuah Dusun Senapelan, kini terus muncul dengan beragam suku bangsa dengan keramah tamah dan kesantunan, menjadi kota perdagangan yang masyur dan terbilang hingga kini, ianya sudah dikenal sejak jaman dahulu lagi, dan dengan adanya kesantunan tersebut pekanbaru terus tumbuh dan berkembang ,menjadi titipan marwah dan nama besar orang orang dipelosok kampung-kampung di Riau.


Dengan adanya pengakuan kota perdagangan yang masyur itu, segudang cacatan budaya yang ikut serta mengkupas habis dari rempuhan fenomena-fenomna yang ada, ada baiknya kita berkunjung kesalah satu laman tersebut. Mengutip Edi,Sarjani,Essei,Riau Pos ia mengatakan"..Dengan menetapnya para pedagang tersebut di Pekanbaru lalu mereka melahirkan generasi (anak cucu,cicit). anak cucu, dan cicit tersebut menjadi orang Pekanbaru. Masing masing pedagang yang datang dan menetap di pekanbaru membawa bahasa serta tradisi dan asal daerah mereka masing-masing. lalu mereka wariskan kepada anak cucu dan cicit mereka. Disitulah mulai kaburnya bahasa, tradisi asli pekanbaru yang bersal dari kerajaan siak".


Adanya pergulatan dan interaksi sosial yang sedemikian rupa, dominasi bahasa Siak, Gasip menjadi memori yang indah di senapelan ketika dahulu dan kini ianya menjadi sesuatu yang baru ya produk baru, melebarnya hal tersebut bermula adanya kesantunan yang memang telah mengakar di ranah tanah melayu itu. Namun beragam orang mendefenisikan kesantunan sehingga menjadi senjata rahasia orang lain untuk menjadikan granat yang siap untuk diledakkan.


(1)Peran pemimpin yang tak dapat me-Melayu-kan anak bininya menjadi, bahaya laten, budaya itu tumbuh lebih cepat dan murah untuk dibina menjadi suatu warisan kebudayaan, di mulai dari lingkungan keluarga, ia akan membawa genetik,fisik,dan beragam hal lainnya, termasuk agama, budaya dan bahasa.


(2) Perlu adanya wira yang berjiwa kampungan ditengah tengah rempuhan masa depan yang dahsyat, kampungan disini adalah cinta dan kenal akan berbagai identitas kemelayuan pastinya.dan masih menjadi resam yang membina tapak ingatan zaman berzaman.

(3). Dibutuhkan 10.000 orang yang moderen berjiwa yong yong dolah,Dan makcik sakdiah, terpekik pengkau di kota pekanbaru, ceruk pasar, tepi longkang parit, tepi rumah dan lain sebagainya berbicara dan berbahasa melayu.

(4)Berbicara melayu di negeri Melayu adalah tuah, walau berbicara melayu dinegeri melayu kene jual di pekanbaru, same same jadikan itu fatwa sesat.

(5)Pesan orang tua kami yang menurut penulis layak untuk dijadikan panutan di Pekanbaru, masih terngiang ngiang hingga kini ''Aku termasuk orang yang tak perduli pekak badak,sampai saat ini masih memakai bahasa kampungan itu, dipasar dikantor lantaklah situ, anak bini ku aku larang memakai bahasa yg lain itu, biarlah menjadi hati dan batinku damai dan merasuk sampai ke ubun ubun, ingat itu wan'', beliau orang Kepulauan Riau yang bernaustatin hingga kini.

(7)Kesantunan dapat diredefenisklan kembali menjadi sebuah fatwa yang mesti disimpulkan kembali, diantar umat berbudaya dan agama dimana ianya memberikan laman bermain yang baik.

Dan masih banyak lagi, peran lembaga-lembaga yang bersentuhan langsung dapat kita jadikan tempat sekedar bertanya dan berbicara, sedikit banyak dari pada taka ada. UU Hamidy pernah berpesan dalam judul bukunya Jagat Melayu Riau dan saye menangkap pesan pak Yusmar Yusuf: ada apa dengan ''tabiat Melayani dan Dilayani''



Ttd

Irwanto,08032012

Selasa, 06 Maret 2012

" Di Langgar Terubuk"

aku menunggu kedatangan mu
menyabuk angin di penjuru perjumpaan perjumpaan
pendurhakaan ini sesaat menyulam buih buih
di rempuhan badai sepurnama hasrat


biarlah aku berumah di bukit batu
diiringi sepasukan zapin
patah patah menikam pulau pulau
bersimpai langkah malu malu
dari kempunan telur telur mu yang terakhir


aku pun terus menghala di pelantar paling timur
ku curi sajak sajak idrus tintin
ku layangkan ia di anjung anjung
di tambur limbung di lanun waktu


lalu ku sulut api dapur mak kita
menyalai alun gelombang gelombang
berbungkus daun keladi
bertali parut helai pucuk paku
berisi taman taman musim
berkendi lebam marawis bertalu-talu
di lindungan kajang yang berlipat siku


{d}. Selatpanjang,2012

Sajak untuk saudaraku Firdaus bin Abdul Mu'in "Muara Karat"


Sejak pagi lagi hanyut ini berisi besi tua yang berkarat lendir muara

satu persatu anak musim pun menidurkan sepasukan lukah lukah

masih dapatkah aku bermimpi

memancung surut dan pasang tak kenal muka

lampu lampu telah mengernyitkan cahaya

se-silau selais, pantau, baung dan udang galah.

igaulah aku di tombak di kurung waktu

padahal engkau sudah pun berpetang ditampar Selat Malaka.



2012

Senin, 05 Maret 2012

"SALEH"

oleh : irwanto


Petang hari dimana ayam tengah balek kekandang, Pakcik Din Tayib bersama anaknya si Ramli hilir mudik tak tentu hala, sepertinya mencari sesuatu yang hilang, tak lama kemudian Ramli melintas di depan rumah Tok, kebetulan Daud ade duduk di tangga.
"Assalamualaikum Daud, numpang betanye ada nampak Saleh tak...?".
"Walaikumsalam, Tak ade Wai, cube engkau cari rumah Baba mana lah tau ade main kesane !", jawab Daud cepat.

Tok yang tak jauh darinya sedang menutup jendela, "Dah petang ni Daud, mustahak betul Ramli nak jumpe Saleh tu..??", "Agaknyelah Tok" pintas Daud sambil menutup pintu.

Tak lama kemudian tanye Tok heran" Eh, Daud, memangnye Saleh tu anak siape...??", jawab Daud tenang,"Saleh tu name kucing peliharaan Pakcik Din","Astargfirullah, Betuah betol si Din ni, tak ade name lain ke beri name Kucing die, hnga Pakcik kau tu pun namenye Saleh, kenapa tak kasi nama JEPUN aje sekali, budak jaman sekarang ni dah tau tau adat lagi..!!.

,{d}. hahaha.
Kisah nyata,di Kampung Bugis Tanjungpinang.

Jumat, 02 Maret 2012

"Seribu"

Cerita singkat
"Seribu"


Suatu petang dikala hari hujan, "Hei Daud.. Tok pinjam dulu duet seribu engkau, nambah buat beli kopi ni".

Jawab Daud"Janji nanti ganti seribu kami ye Tok".

Keesokan harinya,"Daud tak perduli pokoknya kembalikan duet seribu kami yang kemaren". Sergah Tok kawan," engkau ni tak dapat bace ke, itu yang engkau pegang tu duet seribulah ", dengan lantang dia berujar "tak same Tok, seribu kami pakai no FYV053019".

Rupenya Daud tetap ingin seribu yang kmaren, merah padam muke Tok kawan," Kepala hotak kau bejambol, kalau kau nak terhingin sangat duet seribu engkau tu, minta sama baba tu, ntah dah sampai mane ntah, betuah betol, budak budak jaman sekarang ni, bahlol".


{d}.

Minggu, 26 Februari 2012

Reuni dan Memberi di Laman bermain Akper Griya Husada Batam Yess

Berbual tadi di telepon genggam (Red: Handphone) bersama adek tingkat serasa berada di wahana bermain, ya berada seperti di jantung laman bermain AGH, serasa jaringan terlpon ikut tertawa besar, marilah kita tertawa sebelum tertawa itu kena pajak sinyalnya. Entahlah seminggu kemudian seorang adik tingkat berbual-bual pula di laman bermain cyber maya, laman bermain yang satu ini tak kalah hebatnya, facebook namanya.


Telpon genggam merek T10, Samsung, dan Nokia berbentuk pisang masih menjadi alat telekomunikasi handalan sewaktu kami berada di bangku kuliah AGH, kartu Simpati yang menjadi primadona seharga Rp 300.000-600.000,- masih menjadi barang langka, hanya anak-anak toke balak yang punya, sampai sampai sewaktu anak AGH praktik lapangan di RSJ Pekanbaru, semua menatap kami dalam dalam, macam betul aja, padahal apa tidak aja wak.


Detik detik berlalu menit tidak terasa panjang, terlintas dari gurauan penuh hanyut canda dan tawa, dia (red: adik tingkat) bertanya dan menanyakan "kapan diadakan lagi reunian, kak" menyederhanakan kata "Reunian" semua itu berasal dari bahasa Inggris,berasal dari kata "unity" artinya bersatu ditambah dengan imbuhan re- yang berarti ulang atau kembali dan sederhanya, atau berasal dari kata re-dan uni yang artinya dapat di artikan kembali bersama atau berkumpul.


Red; Unity akan membawa berbagi cerita kenangan manis, ia juga memiliki termin saling mengenang apa apa yang masih menghinggap di kepala ini, ya mengenang apakah itu berbagai asuhan keperawatan, sewaktu mengenal bagaimana mengintervensi, mengimplementasi atau mengevaluasi, namun tak lebih dari itu semua, benar bukan.


Dalam dunia islam, termin kata reunian tak ubahnya dengan istilah silahturahmi, silahturahmi dengan sesama, bertemu dan saling mengenang tak ubahnya kita sedang memainkan Kaset,cd yang di putar untuk kembali melihat ,merasa dan mendengar, baik itu memandang sesuatu kenangan atau apalah, sulit untuk di uraikan, karena kenangan adalah harta karun yang tak ternilai harganya. baik yang dibawa sendiri sendiri , beberapa golongan orang atau kelompok-kelompok.


Memahami padanan kata silahturahmi antar sesama, baik itu sesama mahasiswa yang sudah berpuluh tahun, atau kemaren sore baru bertemu, yang entah dimana kini rimbanya, apakah mereka sudah sukses, belum sukses atau ada yang sudah pindah jadi warga negara lain, yang ini saya tertawa, haha


Mengenang bukan saja ada pada diri kita sesama mahasiswa saja, tapi juga guru, banyak jasa-jasa beliau untuk mencerdaskan, memberi ilmu, memberi tugas tugas bahkan memaki hamun segala, mengenang guru memiliki arti menghormati, apa jadinya kalau guru kita masih ibu atau bapak kita, maka tak dapatlah kita belajar menyuntik, menghitung impus dan sebagainya, tak jadi pak mantrilah saya.


Kesimpulan menyederhanakan kata Reunian, menurut saya bukan sekedar temu kangen makan-makan, foto-foto lepas itu bubar, membualkan titel DR.PHD, N, MSC semata, dan setelah selesai acara panitia banyak hutang dan ketua pelaksana berkerut kening, tapi reunian meski membawa pesan dan tanda, ya mesti memiliki tanda tapak ingatan yang bukan sekadar dari itu semua.


Dibutuhkan sentuhan tangan tangan kreatif dari makhluk primodial AGH, untuk memberikan wahana bermain ini lebih bermakna, tidak sekedar simbolitas semata, karena tujuan bermain disini tak enaknya perlu memiliki rasa tanggung jawab dan moral bagi makhluk yang ada didalamnya. sesuatu organisasi apa pun bentuknya kata ilmuan orang yang berkulit putih, "sebuah organisasi itu meski memiliki rasa kebersamaan", agaknyalah. kalau tidak ada dan tidak memiliki tujuan yang jelas mari kita bermain bola, walau bermain bola ada tujuannya yaitu menyepak bola dalam gawang. "gooooooool" .


Singkat cerita mari kita bersama-sama membuat catatan kecil di benak masing-masing, dalam hati saja pun tak apa, siapa pun kamu, engkau atau aku, mereka atau dia, yang pernah menginjakkan kaki di AGH, sebentar atau lama, mereka adalah bagian dari sejarah hidup kita, dengan berbagai kelemahan dan kekuatan yang merasuk di dalamnya, menjadi sebagian sejarah yang melekat di tapak ingatan kita, bukan bicara soal kenangan, tapi memberi adalah sesuatu obat yang mengobati dan menyembuhkan rasa ingatan kita. karena memberi itu akan mengkontruksi bangunan bangunan tapak ingatan kita lebih jauh, memberi sesuatu yang bermanfaat walau hanya sekedar say hello dan hai semata.



Depok, 26 Februari 2012
catatan reuni untuk Alumni AGH Batam

Jumat, 24 Februari 2012

Sang Tabib

Entah dari mana asal muasal kata Tabib, kata yang hampir punah dan langka jika kita dengar di telinga yang ada di zaman serba internet ini, pengertian yang baku tentang Tabib ini apakah benar termasuk ke dalam Penjaga Tradisi sesuai apa yang dikupas habis UU Hamidy semisal Dukun, Bomoh, Kemantan, Pawang, Guru silat. Mungkin diantara pembagian ini Tabib termasuk kedalam saudara terdekatnya sama-sama ahli pengobatan.


Sebutan Tabib,Dukun atau Bomoh masih awam di telinga orang-orang Melayu, jika di ambil garis lurus sejak jaman datuk nenek moyang dahulu sampai ke jaman serba enter dan pandai membuka facebook, memang ada benarnya tradisi waris dari leluhur itu secara tidak langsung memilki peran ganda satu sisi masuk kedalam termin pengobatan dan satunya lagi ianya menjadii pagar/ benteng kampung dan kearifan ceruk tradisi yang memang sudah di aminkan sejak lama.


Bomoh misalnya ketika dahulu posisinya sangat disegani dan tidak dipungkiri menjadi seseorang yang dipandang penting menjadi perujuk alternatif oleh para Pemangku adat, Teraju Kerajaan, atau mungkin beriringan dengan Para Ulama sekalipun.


Dengan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat , mereka juga dipandang menjadi orang yang berkepatutan menjaga kampung atau kemaslahatan orang banyak di wilayahnya, walau kesan magis menjadi hal utama yang ketara dan hal -hal klenik akan menjadi buah pembicaraan, karena metode pengobatannya pun masih terbilang klasik.


Lalu dimana letak sungsang antara seorang Tabib dan Bomoh,?, Tabib ini apakah benar kita akan menemukannya dan identik pada bilangan dunia Arab, perkembangan ilmu pengetahuan yang terus bergelinding mara kehadapan menyentuh ketamadunan Islam. Di dunia islam tak kalah hebatnya mengusung para ahli pengobatan yang terus piawai mencari dan mencari alternatif pengobatan,sebagai contoh pengobatan ala nabi yang disebut Tibbunnabawi apakah benar merupakan asal muasal kata Tabib?.menurut literatur sejak masa kejayaan Turki otoman saja misalnya para Tabib kabarnya sudah banyak menulis ilmu pertabib-an dan temuan naskah-naskah penemuan pengobatan kuno itu telah teridentifikasi pada abad ke 15 dan ke-16.


Jika dikaitkan dengan adanya kesamaan tamadun Islam yang ada di puak melayu,apakah masih ada sangkut pautnya dan berimbas juga, kalau ditelisik lebih jauh memang adanya naskah-naskah perujuk dan menjadi petunjuk bahwa ilmu pengobatan yang ada di tanah melayu memanglah ada, sebut saja salah satunya ada kitab Cempaka Putih kitab warisan Kerajaan Riau Lingga ini berisi tentang buku herba alami, beralam dari plasma nutfah yang ada di sekitar ceruk dan lembah tanah Melayu tentunya.


Pada Persuratan Raja Ali Haji yang sudah ratusan tahun itu dipaparkan juga adanya seorang Tabib yang sedang mengobati sakit disekitar penduduk tempatan di pulau penyengat, tergambar jelas dialog yang dituliskan RAH tentang bentuk pengobatan sederhana yang dialaminya,atau Sang Tabib sedang mengobati Sahabatnya Von de Wall yang tengah sakit.Dengan adanya dokumen atau naskah-naskah itu berarti keberadaan Sang Tabib sudahpun melintang pukang menjadi orang yang berpatutan berada di tengah-tengah Kekuasaan Raja-Raja Melayu ketika itu.


Bicara tentang ilmu pengobatan sangatlah luas dan tak pernah akan habisnya, karena penyakit akan senantiasa bersenggayut dengan tubuh, sebab sakit dan sehat merupakan suatu fenomena manusia, namun bagaimana caranya kita mesti survive meliwati paparan akan sakit yang kelak akan menimpa kita, sesuatu yang terus arif di kaji ulang,bagi para orang yang patut, atau cendekia-cendekia yang handal pastinya, sebut saja orang cina, india atau orang-orang yunani dan mesir kuno sampai detik ini puak mereka terus mencari dan mencari mengiringi sebuah investasi Kesehatan yang dahsyat itu.



2011

Selasa, 21 Februari 2012

"Musim"

Aku berumah musim pada rindu yang utara
tak kala haluan ingin menuju yang barat
teringat syahdu yang timur merupa rupa
disana selatan jua sedang menunggu
menitip muatan yang penuh
bertumpang gelombang gelombang


{d}Tanjungpinang,7 februari 2012

"Delik"

aku lah pulau yang terakhir bertapak di ingatan mu
berisi sampah-sampah yang retak
berubin gambus tersadai mengisi ruang tunggu
jalan lapang ini pun berpenumpang kota kota
hanya ada rindu yang masih menjadi misteri

ingin sekali aku bermusyawarah bersama Lukah gila
bertemankan Peladen atau Makyong yang berlari
dan memberi kain alas pelepah kampung

tapi rupanya, engkau kerap tak bersuara
menghulu datang membawa pergi





{d}Kundur,27012012

''Laut Mak Kita XII''

Pulangkan aku ke pangkal darat
menilik urat dalam sekat sekat
bermalam tubuh ku ditiup angin lalu
ke hulu dalam menyambar perahu perahu
untuk berbagi garam dan menikam tanda tanda.

{d}.Selatpanjang,11 February 2012

''Laut Mak Kita XI''


aku menuju Venesia yang timur
ku lepas satu satu pelepah paling tua
berkelopakan Meranti, Duano,Gasep dan berujung di bukit batu

sialang yang bayang menunggu rindang
berkecipaklah lunas lunas kita
menuju muara yang paling dalam.



{d}Karimun-Meranti,11 February 2012

"Laut Mak Kita X"

Aku lelaki tua yang menyulam bukit-bukit
serupa jaring yang menganga
menangkap tuah angin yang timur
berebut suaka menilik hari
mengadu kail, joran dan hala.

{d}.Kijang,2012

"Laut Mak Kita VIII"

Bila sampai pujuk kaki tabuh dan rentak bermasa masa
berumah ayun lekas sampaikan

di batu batu
mari kita bertumpang pujuk


{d}.Penyengat-Tanjungpinang,4 February 2012

" Laut Mak Kita VII"

aku berumah di anyir lukah
menjemput pasang di tepi jarak
di tiang tiang awan tak lekas merupa bunyi
biar jenguk berpulang laut
lalu simpai serupa sajak sajak itu menghala
berlari lari kecil diikut jejak



{d}.Tanjungpinang-Penyengat,4 February 2012

''Laut Mak Kita VI''

Sepantas angin mengadu lancang
kerapu,dingkis,sececah tenggiri
diadun jadi rekat jadi tambat

Sesulit lukah menangkup jamah
berkemudi kiyau kiyau yang membeting diujung Riau.


Moro - Tanjungpinang,4 February 2012

''Laut Mak Kita V''

Ku temukan gasing berpangkah pangkah di belakangpadang
ditali air kasu, pemping bersumbu sambu
dan meneropong Batam dari bukit Bulang

{d}.Batam,30 January 2012

''Laut Mak Kita IV''


Aku datang ke muka mu lain kali
menjemput kuala ikan yang landai bertepikan larut
disampai angin di racik awan
berpangkah hanyut tali kemudi
menyapu anak jala
yang engkau bangunkan tadi pagi.


{d}.Ujung Mukah-Batam,30 January 2012

''Laut Mak Kita III''

serupa tembakul bergerilya di ubun ubun pantai
berkecipak di mulut Laut
bertemu lukah gila dan busut sayang

bahu mengepak lintang serentang jala
serampang laut pun menari diidam camar
dan meramu tukikan terakhir


{d},Kundur-Batam,30Januari 2012

"Laut Mak Kita II"

serupa jong jong membawa pantas
menemui perjumpaan perjumpaan muara sampai ke pasifik rindu
merasuk habis igau dalam larung masa ke masa

bersama raung yang berpusu pusu
ku terkam lanun yang berkirim karam
di belukar lumpur cakrawala
ia terus berhilir bentang

tak usah kau hiraukan
menolehlah kehadapan,
karena Laut Mak Kita



{d}.Kundur,25012012

"Membaca Rumah"

di teras narasi kecil ini
secuil jarak membingkai gigil sisi
jadi pintu
jadi jendela
jadi lubang angin

di ubun atap jadi galah
menunjuk tiang-tiang gontak
menitipkan peluk kian sempit
berpeluh pasak menangkap langit
membelai topan ditepian siku yang sepi

di cubit sayang semusim kemarau
beradu himpit bila penghujan
rayap rayap terus menitipkan lapuk
bercerita gayut lebah yang berfose mesra
itu dulu bersalin jadi kata-kata

di lancang kami larat terlentang
merentangkan angin di hempasan pujuk
berhelai anak tangga pun mengutip bisu
menguntit payah jadi tugu
dan bilik pun bermimpi
aku sedang mengintip kalah



(d)December 5, 2011

Jumat, 17 Februari 2012

Berjasa

Selagi kita hidup dan masih menjadi makhluk sosial selagi itulah kita akan senantiasa membicarakan tentang jasa, umumnya jika berbicara soal jasa kita akan mengkait-kaitkannya dengan jual beli semata .namun lebih dari itu, berjasa kepada Sang Maha Pencipta dan urgenci kita hendak berjasa kepada Orang tua, guru dan lain lainnya menjadi sebuah persoalan yang benar-benar penting di keseharian kita.


Pengutamaan diri berjasa kepada Allah, harus lebih diutamakan. Karena manusia adalah ciptaanNya dan diciptakan memang untuk mengabdi dan berjasa kepada Nya. Dalam Islam berbakti dan berjasa kepada kedua orang tua memang memiliki tingkat urgensi yang demikian tinggi.


Sederhananya jika kita hendak berjasa kepada orang tua, kita akan berupaya melakukan perkara perkara dan prilaku yang baik kepadanya orang tua , sehingga rasa bakhti kita juga menambah nilai moral kita , tidak lepas juga dari permasalahan berbuat baik dan mendurhakainya. Perkara seperti itu ditegaskan juga dalam firman -NYa (yang artinya) :

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)


Adapun disandingkannya prihal berbakti kepada orang tua maka jelaslah jasa jasa yang telah diberikan kepada kita sebagai seorang anak tidak tergantikan nilainya dan tidak terbalas, maka itulah peranan orang tua memiliki tempat yang penting. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


“Seorang anak tidak akan bisa membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai budak, lalu dia merdekakan.” (Dikeluarkan oleh Muslim)


Bagaimana jika berada di lingkungan masyarakat. Raja Ali Haji (RAH) sastrawan besar abad ke 19, menukilkan dalam kutipan pasal ke – 11pada gurindam 12 buah karyanya;

Hendaklah berjasa
Kepada yang sebangsa


Dalam kehidupan bermasyarakat , jasa sudah menjadi barang yang tak asing dan memiliki tempat , berjasa kepada yang sebangsa memiki makna bahwa yang membesarkan bangsanya siapa lagi kalau bukan orang-orangnya, yaitu memiliki persamaan nasib sebangsa , maka dapatlah ia memberikan berbagai sumbangsih yang diberikan fikiran tenaga bahkan moral, sederhananya siapa lagi berbuat jika bukan kita(bangsa) sendiri , ariflah tulisan RAH yang mengkait padankan pesan moral yang terkandung dalam bait-bait gurindamnya.


Para ilmuan terdahulu sampai sekarang telah banyak membahas nya. Beberapa hal yang patut dan bisa kita ambil kira dan dapat kita telusuri dalam menyerderhanakan arti jasa itu sendiri.



Pekanbaru,Ahad 11 Februari 2012

Jumat, 20 Januari 2012

''Laut Mak Kita I''

telah lama melayat riak riak mu
bertemu tawar menyerak di tepian rindu
jejeran selembayung serupa mercusuar di apit jarak
memaku landai ilalang, tebing suaka, hutan larangan
dan kita sabukkan puak suak hilir ke hulu.
menghadap paras lekuk lautan kini
sebisu pelantar yang berendam menangkap kuyup
di sapa gemericik dedaun kering yang datang melaut
aku tetap saja bertamu.



{d}.Irwanto, 18 Januari 2012
Disalin ulang dari naskah catatan pribadi.

Minggu, 08 Januari 2012

Hutan Terakhir

dulu engkau pernah menawarkan belantara

berpagarkan pantang larang

bertepikan parut

mengemas kicau burung,

bunyi alir dan rimbun mimpi semalam





di pacak tepian mu

kelekatu kelekatu menganak sungai

berbagi jarak

lamunan ku pun berembun

menghitung beribu tugu





pori-pori sialang

mengintip hasut kota

bermajeliskan lampu-lampu

semak di pucat bulan itu

menidurkan lebat diperantauan.





Alfakir



Terbit di Pekanbaru Pos, 2012

Minggu, 01 Januari 2012

Membaca Bahasa Ibu

Mungkin kita sebagai penutur mempunyai peran dah tanggung jawab demi keberlangsungan bahasa lokalitas kita, prediksi kedepan mempertahankan atau apapun namanya menjaga bahasa tersebut memanglah tidak berlebihan, namun dengan adanya probabilitas yang ada, bisa saja hilangnya kearifan itu datangnya justru berawal dari rutinitas penutur penuturnya.

Hilangnya sebagian kosa kata, semisal tidak lagi digunakan menjadi ketakukan penuturnya, menempa masa depan nasib bahasa yang terus berdiaspora, adanya pakem deminasi bahasa yang terus bergelut, memberikan timbang-timbangan apakah masih bisa dipakai oleh penuturnya dari generasi ke generasi. Keberlangsungan akan intensitas bahasa tersebut sederhananya di tandai dengan terpenggalnya kata, atau satu kosa kata yang hilang, atau tidak dikenali lagi genarasi yang berikutnya, sehingga tiada salahnya hal-halnsederhananya itu dijadikan petanda.

Ironis memang, jika kita menimang-nimang bahasa lokal yang terus terpapar dengan adanya tabiat globalisasi bahasa semisal bahasa Nasional, lambat laun akan memberikan dampak yang bisa saja memberikan pengaruh dan nafas bagi kearifan akan bahasa lokal, ketakukan ini menjadi sesuatu yang normatif dan masih terselubung belum dibuktikan dengan penelitian yang empirik.

Kesadaran dalam membaca fenomena tersebut, pilihannya adalah Bahasa Nasional tetap dijunjung tinggi menjadi alat komunasi bahasa persatuan, walaupun bangsa ini memandang bahasa Melayu ini tidak awam seperti apa yang terjadi dalam lintasan sejarah terdahulu, karena sebenarnya keberagaman bahasa Melayu memang banyak corak ragamnya, namun sejarah telah memberitahukan ternyata tetap di topang dengan bahasa Melayu, saat ini Bahasa yang dimiliki berbagai negara tersebut sudah terpilih (Melayu/Indonesia) karena adanya akar bahasa dan di aminkan oleh bangsa yang katanya serumpun.

Bagaimanapun ada point penting yang mesti diambil dari membaca bahasa ibu, dan fenomena tersebut jika kita masuk kembali ke laman bahasa Melayu khususnya, tak bisa dipungkiri perbendaharaan keberagaman itu merupakan khazanah yang berlnilai untuk puak Melayu, maka kita akan dikenalkan lagi dengan sebutan bahasa pasar yang sering dan masih dipakai dan masih digunakan sampai saat ini, serta masih juga berlaku di lingkungan. Bahasa ibu tersebut bahkan tidak akan kita temui di KBBI atau Kamus lainnya, walau sedikit banyak padanannya pun masih bisa kita kaitkaitkan.

Peran deminasi tersebut memanglah ada, disini dibutuhkan strategi yang baik untuk keberlangsungan nasib bahasa ibu. sederhana berfikirnya tetap memakai saja khazanah bahasa Melayu itu. Tetapi, harus dengan strategi kekinian yang padu. Contoh yang pernah disampaikan oleh Abdul Malik.SPd,budayawan serta Pemakalah Melayu di Kep.Riau : "kata-kata tersebut bila diucapkan menggunakan lisan "pala" padahal semestinya ada huruf (R) maka kita jika mengacu kepada sistematika penulisan tertulis "palar". Itu artinye kita juga sudah menyelamatkan kata-kata tersebut secara kontinu".

Tidak bisa dipungkiri adanya kultur dan tabiat yang mendasar, bahwa orang-orang melayu kalau boleh saya berpendapat, lazimnya memiliki kekurangan atau samar-samar menyebutkan huruf (R), ini sah-sah saja berlaku di puak Melayu, jika kita berwisata dengan lintasan sejarah dan membaca dari orang-orang dahulu, misalnya kita merujuk pada zamannya Raja Ali Haji sastrawan Besar Melayu (RAH), pada kenyataannya, di rujuk dari perspektif sastra tulis yang berkembang sezamannya kefasihan menyebutkan huruf R itu memiliki keseragaman dan kesamaan dalam penyebutan kurang lebih samalah di zaman ini,

Kesamaran tersebut dalam kesehariannya menjadi sesuatu yang lazim, dari dahulu lagi awamnya bangsa ini telah menggunaan huruf-huruf Huruf Arab Melayu, kebiasaan menyebutkan misalkan huruf "Ghain/ Gho". dan dalam tulisan arab melayu pun kedua huruf tersebut sudah mewakili huruf R, entah ini benar atau tidak , penulis berpendapat ternyata ini merupakan kelemahan dari tulisan arab melayu , sehingga dalam lisan dan tulisan kebiasaan tersebut telah terjadi turun temurun,dan menurun secara genetik, terus kita didedahkan mengengekalkan pada huruf "Ghain/Gho/ Ra".

Namun upaya pengekalan bahasa ibu dalam lisan dan tulisan, sudah pun seimbang dan saling menutupi kekurangan, walau dalam alih bahasa menjadi abjad yang sekarang ini, telah mengalami penyesuaian yang telah sesuai dengan kesepakatan ranah kebahasaan, itu artinya untuk mengekalkan kata-kata yang sudah ada itu, merupakan sebuah strategi yang sederhana karena mereka juga tetap menuliskannya dalam tulisan yang lengkap, dengan bersabit hal demikian sampai detik ini pun upaya-upaya mendapatkan tempat (Umum) dalam strategi tersebut saya kira terus dilakukan.

Jadi tidak berlebihan terpulang lagi diberikan pilihan kepada penutur yang lain, dan sesiapa saja yang berkepentingan disana, tetap memilih menjaga bahasa lokalitas biar tetap eksis dan bergulir memapah zaman, bagaimana pun kita mesti arif membaca dominasi yang tetap ada, atau tetap diam tanpa melakukan apapun juga, semua itu membutuhkan sebuah kesadaran dan tindakan , karena bagaimanapun dengan adanya keberagaman ( Bahasa ) itu juga membuat Bangsa ini di akui dunia.

Bangsa ini memang besar di rekatkan oleh laut dengan beribu pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dan hebatnya karena bahasa ( Melayu dan Bahasa Indonesia ) juga menjadi salah satu perekat bangsa yang besar ini tetap besar.

Tabek.
al Fakir
Irwanto,31Desember 2011