Selasa, 14 Juni 2011

Kolom disebalik Batam Pos

Berbicara Koran yang satu ini menurut saya akan lebih menarik jika dibaca setiap hari minggu karena ada sesuatu yang membuat saya tergerak menanti cerita dan suatu paparan kisah di seputaran lingkungan daerah saya,koran yang ada dan terbesar di Kepulauan Riau itu tidak lain adalah Batam Pos,yang katanya gedungnya itu menjulang tinggi tidak jauh dari Masjid Raya Batam.


Jika masih di seputaran Kepulaun Riau saya mesti bertanya kepada loper langganan koran,untuk bertanya apakah masih ada stok yang tersisa untuk yang hari minggu walapun saya juga rutin membacanya dihari hari lainnya.sang loper selalu berkata ada apa berita di setiap hari minggu,ternyata di Batam Pos ada kolom Sastra di sana ada Kolom Abdul Malik dan juga Kolom Temberang milik Bang Husnizar Hood.


Sebenarnya di lembar kolom tersebut satu paket dengan beberapa kolom puisi yang ditulis oleh orang-orang serantau, namun jika berbicara kolom puisi mungkin sudah banyak puisi dan sajak yang dikirim kepihak redaksi atas nama Daud namun tak pernah muncul anggap saja belum Untung Sabut kata Pak Gubernur Kepulauan Riau di dalam bukunya,menanggapi hal tersebut anggap saja sabut yang ini lagi belajar bagaimana caranya untuk timbul dan mungkin umur sabutnya masih muda sepertinya masuk di akal ,namun yang terpenting mempunyai kemauan dan terus berusaha pasti bisa.



Sekilas dengan membaca catatan "Menjunjung Marwah Memegang Amanah" di facebook milik Pak Malik ini jadi ingat koleksi penggal koran setiap hari minggu senantiasa saya susun antara Kolom Budaya dan Kolom Temberang masih terlipat rapi di kotak dan sebagian lagi ada lembaran mingguan di koper yang selalu ku bawa untuk berjaga jaga jika ada sesuatu yang bisa menjadi rujukan.Sempat terhenti mungkin sang penulis fokus kepada studi atau risetnya utk diselesaikan dan lalu aktif kembal itu kata sahabatku di Tanjungpinang


Dengan keterbatasan jarak saya melanjutkan studi keluar daerah yang cukup jauh dari kampung halaman , jadi tidak bisa lagi untuk memilah-milah dan mengumpulkan lagi lembaran koran Batam pos itu,jika tidak silaf terakhir tepatnya pada tanggal 8 Agustus 2010 tidak lagi mengoleksinya, namun adanya media on line membuat kerinduan akan membacanya kembali seperti berada di kampung saya Kab.Karimun,Kepulauan Riau.bisa jadi kiranya para sahabat-sahabat yang jauh dapat juga membacanya walaupun terkadang tidak senantiasa uptudate.


Harap dimaklumi jika lagi musim belum up tu date karena kesibukan menjadi faktor sepertinya,saya masih ingat lagi perbualan singkat apa yang dikatakan Bang Husnizar hood waktu itu tentang cerita sebuah koran "Engkau mau tahu tak kenapa pencari berita dan wartawan itu paling takut sama orang cina atau orang kaya yang mati","entah tak tau Bang"saya langsung menjawab perkataan beliau,dan beliau langsung menjawab"Seluruh halaman muka di koran akan bertuliskan tentang Turut Berduka cita,habis kolom berita tak ade tempat lagi",kami pun tertawa terbahak- bahak karena berita akan terisi dengan berita kematian orang -orang hebat yang sanggup membayar lebih di sebuah halaman koran .


Dan ternyata Kolom itu telah dibukukan dan alhamdulillah kedua buku itu ada ditangan "Memelihara Warisan Yang Agung" dan Buku Kolom Temberang jilid yang pertama.walaupun buku jilid pertama didapat dengan menjadi tukang pembuat souvenir sampan yang tak seberapa itu dan tak selesai juga cocok rundingnya,semoga saja akan mendapatkan lagi kelak yang kedua sepulang merantau dari negeri seberang,namun buku Memelihara Warisan Yang Agung yang di beli di toko buku di batu Sembilan Bintan center itu sekarang berada di Pekanbaru karena ada seseorang yang sangat membutuhkannya katanya sebagai referensi.


Dengan adanya catatan dan media Facebook terlintas saya ada membaca sebuah judul yang tidak asing itu,dan menambah kerinduan untuk membaca Kolom Kolom yang ada disebalik Koran Batam Pos lagi,sesuatu yang berakar dan tumbuh berkembang menjadi sumber sumber ilmu dan wawasan buat para pembaca yang ada di pelosok negeri serantau,baik tulisan yang dikemas rapi layaknya sebuah artikel penelitian yang mempunyai bahasa tingkat tinggi, maupun ada juga yang hanya berupa cerita lelucon belaka yang semuanya itu bermakna dan memberikan sesuatu pesan moral dalam kearifan bermasyarakat.


Mereka itu Pak Abdul Malik dan Bang Husnizar Hood yang menjadi sang penulis semoga ada lagi para penulis atau satrawan yang mau memberi seperti mereka itu atau malah kiranya ada sastrawan yang masih berselubung kelak ada seperti mereka,berharap nantinya ada juga budak Melayu Kepulauan Riau lainnya yang mau bermimpi ingin menjadi Generasi yang mau memberi seperti Mahmud yang senantiasa risau akan kampung halamannya dan Madah pak Malik yang selalu bercerita apa adanya seperti "kenapa tidak pakai bahasa Bumbung",Bumbung itu sebutan atap rumah atau atap gedung,bahasa itu muncul pada saat ada peresmian memasang atap untuk gedung perkantoran tapi kala itu mereka menggunakan judul acara menggunakan bahasa asing bukan menggunakan kata kata Bumbung imbuhnya.



Salam Takzim
Al Fakir
Irwanto,Jakarta/2011