Senin, 23 Mei 2011

Tentang Syair (Ala Melayu)

Dizaman sekarang yang serba bulat simetris ,jelas padat terang benderang,eforia masyarakat pembaca dan penikmat sastra khususnya lebih menyukai sastra lebih modern, mudah dibaca dicerna dan instan untuk difahami,kesantunan dalam berbicara dan menulis semangkin lugas menusuk tanpa basa basi,namun itu semua bukanlah hal mutlak akan sesuatu yang menjadi indikator dari kesantunan berbahasa,karena pendedahan kata kata yang ingin disampaikan tidak lagi bermetafora dengan keindahan berkata-kata belaka dan telah beralih menjadi sesuatu yang semangkin serba ilmiah namun kesemuanya hal itu hanyalah sebuah akan pilihan,dan pilihan itu nyata dan berada ditengah-tengah kita.

Beberapa hari yang lalu sempat membaca dari apa yang di suguhkan sebuah karya dari sahabat di Tanjung Pinang,karya itu sebuah Syair,Jika kita berbicara Syair,Gurindam dan Pantun bahkan Hikayat sekalipun mereka itu termasuk kedalam sastra klasik Melayu di Nusantara,di zaman dahulu Syair khususnya menjadi sesuatu yang lazim dan biasa namun jika kita babitkan dengan lingkungan sekarang sangatlah menjadi sesuatu yang sedikit terasing,mudah-mudahan saja hal ini pendapat yang salah.


Adapun karya yang dimaksud adalah sebagai berikut:


Syair Bunian

Karya: Muhammad Febriyadi


Dengan bismillah kalam dibuka
meminta malam ulurkan bulan
dengarkan itu lolong Srigala
petanda datang Sabda Bunian


Hendaklah pandang kearah bulan
Sabda dihantar gurindam jiwa
tabuhkan gendang rayu bunian
Biar bernyawa tiada yang murka


Mahkota raja disamun sudah
bukan tak betul jatuhkan tahta
Binasa badan karena lidah
Apatah lagi menanam dusta


Suluhkan kami ditengah gelap
Biar tak sesat ditengah jalan
Sabda bunian Menyentap harap
hendak membuka tabir kebenaran

Mengangkat sumpah diujung malam
Tabir dibuka elakkan padah
Alhamdulillah penutup kalam
Sabda bunian timbullah sudah

TP.12052011



Dengan adanya Syair Bunian itu,jika kita melihatnya apakah sudah meggunakan adab penulisan dan kaidah nya telah di jabarkan?, mari kita kembali melihat jabaran akan Syair( Ala Melayu )yang pernah disinggung dalam sebuah karya besar di Kepulauan Riau ini,seperti apa yang sudah tercatat oleh Raja Ali Haji ketika itu "

Syahdan Adalah beda antara gurindam dengan syair itu aku nyatakan pula bermula arti syair Melayu itu perkataan yang bersajak yang serupa dua berpasang pada akhirnya dan tiada berkehendak pada sempurna perkataan pada satu-satu pasangnya bersalahan dengan gurindam. Adapun arti gurindam itu yaitu perkataan yang bersajak juga pada akhir pasangannya tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangannya sahaja jadilah seperti sajak yang pertama itu syarat dan sajak yang kedua itu jadi seperti jawab".

Namun bukan itu saja ada berbagai kaidah cara menulis Syair(Timbangan Syair) dan Pantun telah juga di jabarkan dalam bentuk tulisan berupa surat dan dapat kita lihat pada dokumen persuratan RAH,pada surat 5,baris 4-12,ditulis sekitar awal tahun 1860an dan telah ditempatkan pada salinan Bustanul Khatibin yang merupakan kitab buku tata bahasa Melayu yang tersohor itu.{Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall,2007}.

Dijelaskan pada Dokumen Timbangan Syair dan timbangan Syair ikat-ikatan yang dimaksud RAH juga memaparkan dengan rapi,di sini penulis hanya sedikit memaparkan tentang bagaimana Timbangan Syar itu sesuai kaidah-kaidah yang telah dibagi begitu ragamnya,sedangkan pada Syair ikat-ikatan tidak dijelaskan bagaimana cara penulisan akan kaidahnya,akan tetapi RAH hanya menuliskan bentuk akan syair ikat-ikatan itu saja dalam bentuk karya nya saja yang berjudul "Syair Dua Belas Puji",secara sederhana penulis ingin mengingat kembali berdasarkan sumber dari Dokumen persuratan lama yang telah menjabarkan tentang Timbangan Syair Ala Melayu.



"Dokumen syair I,Timbangan syair"

Ini satu kaidah memperbuat syair Melayu.Ketahui olehmu hai orang yang berkehendak kepada memperbuat syair Melayu atau Pantunnya maka maka hendaklah mengetahui dahulu kaidah timbangannya dan sajaknya dan cacatnya,(2)Karena tiap-tiap pekerjaan tiada dengan ilmu dipejarkan kepda ahlinya maka tiada sunyi dan daripada tersalah dan cacat.Maka dengan ini aku perbuatkanlah satu kaidah yang akan boleh menjadi penjagaan siapa-siapa yang berkehendak pada mengarang syair melayu,(10),Bermula kesempurnaan syair Melayu itu yaitu tiga perkara,Pertama cukup timbangannya;kedua,betul sajaknya;tiga,tiada cacat dengan sebab berulang-ulang apalagi janggal,Itulah aku perbuat tiga pasal.



Bahkan RAH juga memberikan beberapa panduan beserta contoh-contoh yang semestinya dalam menuliskan Syair sesuai pembagiannya .

Pada pasal yang pertama "Cukup Timbangannya"dinyatakan ditulis dengan empat misra'(baris) dan setelah itu disusun menjadi kalimat yang setiap barisnya terdiri dari empat kata- kata,mungkin disini RAH menjelaskan Syair yang mendekati kesempurnaan itu jika setiap barisnya terdiri dari empat kata.

dengarkan tuan suatu rencana
barangkali ada yang kurang kena
dikarang fakir dagang yang hina
tuan betulkan jadi sempurna


Pada Pasal yang kedua,"Betul sajaknya" disini kesempurnaan setiap kalimat mesti disesuikan dengan sajak disetiap pemilihan kata kata yang sesua.RAH menguraikan dalam setiap persajakkan dibagi atas dua hal:



(1)Pertama;yang terlebih bagus ,Adapun yang terlebih bagus yang serupa jatuh dahulu dahulu dalam akhir misra'nya itu,yaitu misalnya:

dengarkan encik dengarkan tuan
dengarkan saudara muda bangsawan
nafsu dan hawa hendaklah lawan
supaya kita jangan tertawan

(2)Kedua;yang kurang sedikit bagusnya akan tetapi betul sajaknya,inilah misalnya:

ayuhai saudaraku yang pilihan
menuntut ilmu janganlah segan
jika tiada ilmu dibadan
seperti binatang didalam hutan





Pada Pasal yang ketiga "Menyatakan Syair yang cacat",dalam kecatatan Syair itu RAH membagi dalam tiga hal;

{a}Adapun cacat pada timbangannya(perli dilihat ada tidak kecacatan pada bentuk kalimat sajak dan yang bukan menjadi satu kesatuan kalimat sehingga sesuai makna dan maksudnya serta masih dalam satu tema yang logis).seperti dicontohkan yang benar dibawah ini;

hai sahabatku yang berakal
hendaklah kamu rajin tawakal
janganlah kamu lalai dan nakal
ketika mudamu menjadi bekal



{b}.Adapun cacat yang berulang-ulang yang bukan Ta'kid,(Maksud yang dijelaskan dalammenggunakan kata-kata yang selalu diulang-ulang dalam pemilihan kata di akhir barisnya yang ada dalam empat baris penggalnya,RAH mencontohkan pada kata-kata "Aduhai","Caharilah" dan"Tuan" ),seperti contoh syair yang telah dipaparkannya:

ayuhai encik ayuhai tuan
caharilah sahabat carilah kawan
menuntut ilmu apalah tuan
menuntut bersama sertamu tuan



(c)Adapun cacat pada maksud tiada cacat kepada sajak,(dalam pembagian kecacatan Syair yang ketiga RAh juga cukup memberi keleluasaan dan teliti,syair yang sudah benar dalam sajaknya akan tetapi tidak di ditopang dengan maksud dari kesatuan akan kalimat nya),dicontohkan;

dengarkan tuan suatu peri
mengenangkan untung nasibnya diri
didalam laut hiu dan pari
mukanya manis berseri seri



Disini kita bisa diambil kira bagaimana mau menulis Syair,semua telah dicatat berdasarkan kaidah-kaidah ala Melayu,dalam kadah menulis Syair lazimnya berakhiran AAAA,terdiri dari empat baris yang berima,akan tetapi dalam teknisnya dibagi bermacam-macam hal yang bisa dijadikan rujukan.


Dahulu syair dihasilkan berisikan sebuah cerita atau novel tapi ala melayu yang berisi lambang dan kiasan yang bermetafora ,ada juga berisikan Hikayat sebuah tokoh,maupun gubahan cerita nyata tentang tokoh-tokoh besar seperti kisah Nabi Muhammad.SAW,yang telah digubah oleh Raja Ali Haji seperti Syair "SINAR GEMALA MESTIKA ALAM" kesemuanya itu mempunyai pesan moral yang dapat digambar atau dipaparkan bagaimana tingkah laku keindahan kebiasaan seni tulis pada masa di zamannya.

Adapun contoh Syair orang dahulu Penggal Syair RAH yang masih saja dapat di nikmati hingga saat ini sebagai contoh pada penggal Pasal ke 6(enam) Syair Sinar Gemala Mestika Alam yang dimaksud sebagai berikut:



Fasal 6.

tatkala sampai umur empat puluh
dibangkitkan Allah jadi pesuruh
mendirikan ugama yang amat teguh
segala ugama habislah runtuh.

tiadalah diterima ilahul ‘alam
selain daripada ugama Islam
dimulai dengan ra-itul manam
seperti cahaya falak-ul subhul ikram.

hikmatnya jangan ia terperanjat
akan melihat malaikat yang hebat
yaitu Jibrail malaikat yang kuat
jadi suruhan rabbul kainat.

kemudian daripada itu halnya
menjauhkan diri daripada kampungnya
suka bersunyi seorang dirinya
di bukit Hira’ konon khabarnya.

bagi Bukhari punya perkataan
di jabal Hira’ kira-kira sebulan
li ibni Ishaq pada bulan Ramadhan
keduanya itu riwayat handalan.

pada malam tujuh belas lailatul qadriyah
malaikat Jibril pun datanglah
katanya’ iqra makna bacalah
jawab nabi yang dibaca apalah.

dipeluk Jibrail serta dipicitnya
katanya ‘iqra dengan sesungguhnya
dijawab bagaimana bacaannya
dipeluk jibrail serta diajarnya.

katanya ‘iqra bismirabbika
membacalah nabi tiadalah leka
kemudian dari itu beberapa ketika
.

kemudian Jibrail datang semula
membawa firman Allah ta’ala
ya ayyuhal mudatsir dibacakan pula
kemudian yang lain Qur’an yang a’la.

Allahumma shalli wa sallim ‘alaihi

Raja Ali Haji ibni Raja Ahmad (1809-1873)
P. Penyengat, Kepulauan Riau


Karya klasik yang ditulis berdasarkan kaidah-kaidah indah dalam penulisan,kuat dalam semantik nya dan yang terpenting adalah pesan moral yang menjadi suatu permasalahan atau sesuatu yang ingin disampaikan,secara umum memang Syair digubah menjadi gubahan yang indah indah itu menjadi suatu cara atau metoda penyampaian yang dinukilkan penulisnya.


Ketika saya disuguhkan sebuah karya Syair oleh saudara Febriadi dari Mahasiswa dari UMROH Tanjung Pinang menurut saya ini merupakan suatu bentuk karya gabungan antara Syair yang bersajak dan Pantun sehingga membentuk suatu karya yang kontemporer paduan antara kedua sastra klasik tersebut,gubahan di atas indah menawan dan berkarakter dengan unsur semantiknya.


Semestinya karya - karya seperti terus bermunculan seiring perkembangan zaman,akan tetapi ada yang perlu dipertimbangkan semua itu menjadi pilihan tetap terus menjage kaidah-kaidah karena semuanya mempunyai batas batas dan tempatnya masing-masing,bagi saya teruslah mengadun tepung tepung sastra itu,baik tetap berpegang teguh bertembunikan Ala Melayu maupun berupaya mengolahnya dengan bungkusan yang menarik lainnya,karena akar sudah menusuk kebumi mengakar luas di setiap elemen masyarakat yang berbudaya di Tanah Melayu ini khususnya di Kepulauan Riau.


Syair bukan milik Raja Ali Haji,Abdullah bin abdul kadir Munsyi atau tokoh lainnya semata ,Sastra Klasik itu milik kita semua sebagai anak negeri berhak memilikinya ,sudah banyak anak negeri telah bergelut pada jenis sastra bentuk Syair ini khususnya di Kep.Riau sebagai contoh ada saudara kita Irwan Jamaludin,Muhammad Candra ,Yoan Sutrisna Nugraha CHt dan Irwanto yang pernah membuat Syair,maupun banyak lagi saudara saudara yang lain menggelutinya.contoh karya satra klasik lainnya seperti Gurindam telah ditelurkan oleh saudara kita Rendra Setyadiharja.S.Sos dan mungkin masih banyak belum kita ketahui diluar sana.


Untuk itu jangan kita masih beranggapan Syair,Gurindam Pantun itu punya RAH saja maka tali estafet penerus Sastra Klasik ini akan pupus terputus dalam bentuk penobatan belaka.dan tidak adanya upaya kerja-kerja pelestarian atau upaya pengenalan.


Sebuah karya sastra merupakan suatu gambaran suasana maupun lingkungan dikala itu,namun realitas karya tersebut apakah bisa bergulir bersamaan dengan jenis karya sastra Moderen dan kontemporer yang sudah berkembang pesat saat ini ,itulah sebuah wujud eksistensi bersama jika kita berbicara upaya pelestarian sungguh sangatlah berbeda dengan bagai mana cara mempertahankan.


Al Fakir
Irwanto,Mei,2011

NB:

a)catatan di atas hanya sekedar cerita belaka,jika ada salah kata dan ucap mohon tunjuk ajarnya,semoga ada yang bisa diambil kira,.Juni/2011

b)revisi ke 2,{penambahan timbangan syair sesuai Dokumen yang ditulis oleh bapak Bahasa RAH}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar